Dulu Disambut Hangat, Pengungsi Rohingya Kini Dibenci dan Dianggap Jadi Beban Bangladesh
Pengungsi Rohingya mengantre untuk mendapatkan bantuan. Kesulitan-kesulitan ekonomi telah mengikis rasa kedermawanan warga Bangladesh. Rasa iba telah menyusut digantikan dengan retorika xenofobia, kata profesor Ali Riaz.
Para pengungsi menyadari bahwa aktivitas kekerasan dan kriminal terjadi dalam jaringan kamp pengungsi Kutupalong - padahal warga Rohingya sendiri yang menjadi korban utamanya.
Tentara Pembebasan Arakan Rohingya (ARSA), kelompok militan Islamis yang bentrok dengan tentara Myanmar di masa lalu berupaya memegang kendali atas kamp-kamp pengungsian - bahkan membunuhi para pemimpin masyarakat sipil yang menentang kekuasaannya.
Bangladesh selatan juga menjadi titik panas bagi perdagangan narkoba methamphetamine yang berasal di Myanmar di kawasan. Warga Rohingya seringkali direkrut sebagai kurir untuk para tokoh lokcal yang mengontrol jaringan distribusi.
Perdagangan narkoba telah lebih dulu ada dibanding gelombang pengungsi Rohingya pada 2017. Namun para pengungsi mengatakan, mereka selalu disalahkan atas peredaran narkoba di Bangladesh dan dituduh sebagai penjahat meski mereka tidak terlibat.
"Dari jutaan orang, memang ada yang buruk. Tetapi tidak semua anggota komunitas pengungsi itu penjahat," kata pengungsi Rohingya Abdul Mannan kepada AFP.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Lili Lestari
Komentar
()Muat lainnya