Stok Beras Tak Kurang, Tapi Harga Terbang, Siapa Bermain?
KORAN-JAKARTA.COM | Kamis, 03 Jul 2025, 00:00 WIBJAKARTA – Kenaikan harga beras di tengah klaim peningkatan produksi membingungkan banyak kalangan. Hal itu diungkapkan DPR RI dalam dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7).
Dalam RDP itu Komisi IV DPR RI menyoroti kenaikan harga beras yang signifikan di pasaran, meskipun cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog tercatat melimpah, mencapai 4,19 juta ton hingga 30 Juni 2025. Situasi ini menimbulkan kebingungan di kalangan anggota dewan dan masyarakat.

Ket. TERKENDALA STOK - Pedagang beras menjajakan dagangannya di Pasar Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/7). Pedagang mengaku harga beras premium maupun medium naik 1.000-2.000 rupiah per kilogram akibat kurangnya stok.
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mempertanyakan alasan harga beras di tingkat konsumen justru terus merangkak naik di saat stok nasional diklaim sangat memadai. Daniel bahkan menyinggung potensi kerugian negara yang bisa mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahun akibat kondisi ini.
"Banyak yang bertanya ke saya, di tengah harga konsumen yang tinggi, katanya Bulog dilarang untuk melepas cadangannya, melepas stoknya. Biasanya kan, jawaban saya menjadi tugas Bulog untuk mengintervensi pasar, salah satunya adalah operasi pasar, sehingga harga menjadi stabil. Tetapi katanya Bulog dilarang. Nah kita minta penjelasan," ujar Daniel.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi menjelaskan persoalan kenaikan harga beras tidak terlepas dari melonjaknya harga gabah di tingkat petani. Menurutnya, harga Gabah Kering Panen (GKP) saat ini telah melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
"Kenapa harga beras naik? Ya, kalau GKP sebelumnya di angka 5.500 rupiah atau 6.000 rupiah, hari ini 6.500 rupiah di Maret kualitas apapun," jelas Arief.
Anda mungkin tertarik:
Dia menambahkan kenaikan harga ini dipengaruhi oleh pola musiman panen raya yang umumnya terjadi pada Maret-April. Pada periode tersebut, produksi beras nasional bisa mencapai 10 juta ton. Namun, ketika masa panen berakhir, pasokan beras cenderung menurun, yang kemudian mendorong kenaikan harga gabah, dan pada akhirnya, harga beras.
"Kalau harga gabah naik, maka harga beras naik. Nah ini waktunya pemerintah melakukan intervensi, dengan satu, bantuan pangan yang 18,277 juta KPM (keluarga penerima manfaat), dan yang kedua SPHP," ujarnya.
Arief menegaskan bahwa pemerintah menilai saat ini adalah momen yang tepat untuk mulai melakukan intervensi pasar guna menstabilkan harga beras di tengah penurunan produksi.
Produksi Meningkat
Produksi beras nasional diperkirakan meningkat sepanjang Januari hingga Agustus 2025, sejalan dengan pertumbuhan luas panen dan hasil produktivitas yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras selama periode tersebut diperkirakan mencapai 24,97 juta ton atau naik 14,09 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar 21,88 juta ton.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyampaikan bahwa potensi produksi beras yang tinggi didorong oleh kondisi pertanaman yang relatif kondusif sepanjang musim tanam, meskipun terdapat variasi curah hujan di sejumlah wilayah.
“Potensi produksi beras sepanjang Juni hingga Agustus 2025 diperkirakan sebesar 8,09 juta ton, meningkat 0,99 juta ton atau 13,88 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Dengan demikian produksi beras sepanjang Januari hingga Agustus 2025 diperkirakan akan mecapai 24,97 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 3,08 juta ton, atau 14,09 persen dibandingkan periode sama tahun 2024,” kata Pudji dalam keterangannya Selasa (1/7).
Tren Saat Ini
Realtime






