Tren Kenaikan Harga Indikasi Krisis Pangan Sudah Mulai
Foto: Sumber: Global Food Security Index 2021 –Litbang KJAKARTA - Peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) terkait ancaman krisis pangan global harus disikapi cepat oleh semua pihak dengan mengedepankan kolaborasi, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional melalui peningkatan produksi dengan mengenalkan berbagai pangan ke negara-negara lain sebagai komoditas ekspor.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat menyampaikan sambutan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Penas Tani di Padang, pekan lalu, mengatakan ketegangan politik di berbagai negara dan ancaman perubahan iklim memerlukan peran aktif semua pihak untuk meningkatkan produksi sektor pertanian.
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah menyiapkan dan membangun berbagai infrastruktur pendukung bagi sektor pertanian seperti bendungan yang difungsikan sebagai tempat penyediaan air. Selain itu juga membangun sarana transportasi agar ongkos logistik dari sektor pertanian dapat ditekan, termasuk pemanfaatan komoditas unggulan yang adaptif terhadap perubahan iklim hingga penerapan pertanian cerdas.
Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan indikasi krisis pangan terkini dapat dilihat dari tren kenaikan harga pangan.
Dalam jangka pendek, pemerintah harus memastikan peningkatan cadangan pangan pemerintah sekaligus menjaga stabilitas harga menghadapi krisis pangan.
"Kita harus memastikan ketersediaan pangan, stabilitas harga, sekaligus kesejahteraan petani, sebagai pelaku usaha utama produksi pangan," kata Qomar.
Pihaknya pun merekomendasikan perlunya kebijakan seperti proteksi produksi dan produsen, meliputi jaminan sosial, jaminan harga produk tani, dan asuransi usaha tani.
Kemudian, reforma agraria sebagai fondasi pertanian yang telah terbukti bisa menggerakkan ekonomi perdesaan, dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani.
"Terakhir, perlu mengevaluasi kebijakan yang menghambat terwujudnya kedaulatan pangan," katanya.
Semangat kolaboratif dalam berproduksi, tambahnya, harus ditujukan untuk meningkatkan kemampuan petani sehingga lebih mandiri, terutama mandiri saprodi, dan penguatan kelembagaan tani.
Kolaboratif juga ditujukan untukk mewujudkan hak-hak petani sebagai pelaku utama usaha tani, agar bangsa lebih resilience menghadapi krisis pangan global.
Kendali Mafia
Dihubungi terpisah, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan peningkatan produksi pangan dimungkinkan melalui kolaborasi dalam pemanfaatan teknologi.
Di samping itu, perlu kolaborasi guna memastikan rantai pasok dan rantai nilai yang berkeadilan bagi petani. Sebab itu, tata niaga dan distribusi pangan harus dipastikan tidak berada di bawah kendali mafia dan spekulan pangan.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 2 Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran
- 3 Penyakit Kulit Kambuh Terus? Mungkin Delapan Makanan Ini Penyebabnya
- 4 Perkuat Implementasi ESG, Bank BJB Dorong Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan
- 5 Jangan Masukkan Mi Instan dalam Program Makan Siang Gratis
Berita Terkini
- MUF Umumkan Perubahan Struktur Kepemilikan Saham, Kepemilikan Bank Mandiri Kini 99,99%
- Manajer Timnas Indonesia: Asnawi Berangkat Terpisah ke Myanmar
- Gerak Cepat, Polisi Jambi Tangkap Sembilan Pelaku Perusakan Kotak Suara
- Pemprov DKI Tetapkan Pencairan Dana KJP dan KJMU Tahap II
- KPU Jaksel Targetkan Rekapitulasi Pilkada Selesai 6 Desember