Selasa, 07 Jan 2025, 00:03 WIB

Tingkat Kemiskinan di Indonesia Menurun di 2024

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (6/1/2025).

Foto: ANTARA/Bayu Saputra

JAKARTA - Tingkat kemiskinan di Indonesia menunjukkan tren penurunan yang signifikan pada 2024. Tingkat kemiskinan pada 2023 yang berada di angka 9,36 persen turun menjadi 9,03 persen pada 2024. Hal ini diikuti tingkat kemiskinan ekstrem yang juga menurun dari 1,12 persen menjadi 0,83 persen.

“Dari sisi kemiskinan, gini ratio dan tingkat pengangguran terjadi penurunan, ini artinya membaik. Ini adalah hasil kerja bersama dan terutama APBN yang terus bekerja luar biasa keras melindungi masyarakat dan ekonomi,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (6/1).

Ketimpangan yang diukur melalui rasio gini membaik dari 0,388 pada 2023 menjadi 0,379 pada 2024. Selain indikator kemiskinan dan ketimpangan, kata Menkeu, pasar tenaga kerja juga menunjukkan perkembangan positif. Tingkat pengangguran juga menurun dari 5,32 persen pada 2023 menjadi 4,91 persen pada 2024.

Seperti dikutip dari Antara, Menkeu memaparkan, sepanjang 2024, telah tercipta 4,78 juta lapangan kerja baru, termasuk peningkatan signifikan pekerja formal berstatus buruh atau karyawan sebesar 3,44 juta, sehingga total pekerja formal sejauh ini mencapai 56,2 juta orang.

Lapangan Kerja

Adapun sektor-sektor utama yang berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja ini meliputi sektor pertanian dengan jumlah tenaga kerja meningkat dari 39,5 juta pada 2023 menjadi 40,8 juta pada 2024.

Sektor perdagangan dengan tenaga kerja yang naik dari 26,6 juta menjadi 27,3 juta. Sektor industri pengolahan yang mengalami peningkatan dari 19,3 juta menjadi 20 juta pekerja. Serta jasa lainnya dengan tenaga kerja bertambah dari 22,7 juta menjadi 23,7 juta.

“Ini kondisi pasar tenaga kerja tentu tidak menafikan ada sektor yang mengalami tekanan lebih seperti sektor padat karya seperti tekstil, namun makronya menggambarkan adanya terciptanya kesempatan kerja dan penciptaan lapangan kerja baru dan status dari buruh yang mengalami perbaikan yaitu pekerja di sektor formal sebagai statusnya karyawan atau buruh,” kata Menkeu.

Lebih lanjut, Bendahara Negara itu juga menyoroti perbaikan pada nilai tukar petani (NTP) yang naik dari 118,27 menjadi 122,78 pada 2024, jauh melampaui target yang ditetapkan DPR yang hanya di kisaran 105-108.

Ia menilai peningkatan ini didukung oleh kebijakan seperti subsidi pupuk, percepatan pembangunan infrastruktur pertanian, bantuan pangan, dan stabilisasi harga pangan.

Meskipun demikian, nilai tukar nelayan (NTN) masih berada di bawah target yang diharapkan, yakni di angka 102,35 dari target 107-110.

Untuk menjaga stabilitas sektor ini, ia menjelaskan pentingnya program bantuan sosial dalam meringankan beban masyarakat miskin.

Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sosial (bansos), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta program Prakerja berkontribusi besar dalam menjaga kesejahteraan masyarakat.

"Berbagai langkah seperti tambahan bansos itu juga meringankan beban terutama kepada petani. Berbagai langkah bansos seperti PKH, sembako, PIP, KIP, pemberian PBI untuk jaminan kesehatan, kartu Prakerja, semuanya memberikan dukungan dan meringankan beban sehingga nilai tukar petani kita mengalami perbaikan dari 118,27 menjadi 122,78," kata Menkeu Sri Mulyani.

Sementara itu, Direktur Ekskutif Institute for Development of Eonomics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan, tingkat kemiskinan turun tetapi tidak signifikan karena solusinya bukan mengatasi akar permasalahannya tetapi lebih solusi temporer dan instan seperti program bantusn sosial, padahal tingkat kemiskinan berkurang jika kualitas pendidikan ditingkatkan.

"Best practice negara maju jika pendidikan di -upgrade maka skill tenaga kerjanya meningkat," ucap Esther.

Menurut teori ekonomi Solow, paparnya, ekonomi akan tumbuh jika ditingkatkan modal, ?kualitas tenaga kerja, dan ?transfer teknologi. "Maka saya tidak heran jika bansos tidak akan mengentaskan kemiskinan," tandasnya. 

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: