Sunat Perempuan Melanggar HAM
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Maria Ulfah Anshor
Foto: mar'upJAKARTA - Sunat perempuan atau perlukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP) merupakan pelanggaran HAM bagi perempuan. Praktik tersebut melukai tubuh perempuan dan tidak bermanfaat.
Demikian disampaikan, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Maria Ulfah Anshor, dalam acara Diskusi Publik Membangun Kolaborasi Multipihak untuk Pencegahan P2GP, di Jakarta, Kamis (30/9).
"Sunat perempuan juga merupakan pelanggaran hak perempuan karena telah menghilangkan atau melukai anggota tubuh," ujarnya. Dia menerangkan, dampak dari sunat perempuan adalah rasa sakit bagi perempuan dan berakibat jangka panjang.
Maria mengatakan, dorongan terhadap pemerintah dan pemangku kepentingan terus digalakkan untuk mencegah praktik sunat perempuan. Salah satunya memberikan argumentasi berdasarkan penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk Policy Brief.
"Penting memasukkan upaya pencegahan praktik sunat perempuan ke dalam indikator kota/kabupaten layak anak. Sehingga betul-betul adanya aksi nyata pencegahan yang terstruktur dan sistemik yang dilakukan pemerintah daerah," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Pendidikan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan, Pera Soparianti mengungkapkan, sunat perempuan bukan merupakan tradisi ajaran agama Islam. Praktiknya terjadi jauh sebelum datangnya ajaran agama Islam.
Dia menegaskan bahwa hadis-hadis yang selama ini diklaim menjadi sumber hukum pelaksanaan sunat perempuan merupakan hadis dhaif atau hadis lemah. Hadis tersebut tidak bisa dijadikan sebagai sandaran sumber hukum.
Dia mengutip penyataan para ulama kontemporer seperti guru besar Universitas Al Azhar Mesir, Syeh Muhammad Syatut. Sunat perempuan bukan termasuk agama dan syariat Islam, tapi merupakan tradisi dan adat kebiasaan manusia. "Sehingga bisa dilarang dan dihilangkan, jika ada temuan medis yang menyatakan dhoror atau sesuatu membahayakan," katanya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, menyebut, sunat perempuan menjadi masalah yang sangat kompleks di Indonesia. Praktiknya kerap dilakukan berdasarkan nilai-nilai sosial secara turun-temurun. Kementerian telah menyosialisasikan roadmap dan menyusun Rencana Aksi Pencegahan P2GP dengan target hingga tahun 2030.
"Dengan berbagai dampak yang merugikan perempuan dan manfaat yang belum terbukti secara ilmiah, sunat perempuan merupakan salah satu ancaman terhadap kesehatan reproduksi, serta salah satu bentuk kekerasan berbasis gender, bahkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia," katanya.
- Baca Juga: KIP Kuliah Akan Ganti Nama
- Baca Juga: Apa Alasan Lima Korem Jadi Kodam? Mana Saja?
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 2 Danantara Jadi Katalis Perekonomian Nasional, Asalkan...
- 3 Ekonom Sebut Pembangunan IKN Tahap II Perlu Pendekatan yang Lebih Efisien
- 4 Gugatan Lima Pasangan Calon Kepala Daerah di Sultra Ditolak MK
- 5 Uang Pecahan Seri Anak-Anak Dunia 1999 Tak Lagi Berlaku, Ini Cara Penukarannya
Berita Terkini
- Terlambat Ajukan Permohonan, MK Tak Terima Gugatan Vicky Prasetyo soal Pilkada Pemalang
- Khofifah Ajak Semua Pihak Bersatu Bangun Jatim Sesudah Putusan Dismissal MK
- Lemhanas Akan Bangun Karakter Pemimpin Nasional dengan Miliki Wawasan Global di P4N
- Badan Pengkajian MPR Sebut Pembahasan PPHN Harus Tuntas Paling Lambat Agustus 2025
- Menteri HAM Nilai 100 Hari Pertama Pemerintahan Prabowo Tidak Ada Pengekangan Kebebasan Sipi