Sumur Resapan Cukup Tahun Ini
Pekerja menyelesaikan pembuatan sumur resapan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan
Foto: AntaraLalu lintas Jakarta yang sangat padat, terutama di pagi hari saat warga berangkat kerja dan sore hari saat pulang kerja, dalam sebulan terakhir semakin padat. Pasalnya di beberapa ruas jalan sedang ada pembangunan sumur resapan yang dikerjakan pada jam-jam sibuk. Pembangunan sumur sangat menyita lebar jalan.
Masalahnya tidak hanya saat pembuatan saja, ketika selesai dibuat pun, sumur resapan yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi banjir masih menimbulkan masalah. Pengerjaan yang tidak rapi, membuat penutup sumur resapan menonjol ke atas dan sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Beberapa hari atau beberapa minggu setelah lubang sumur resapan selesai dibangun, beton penutup yang tadinya rata dengan tanah pun ambles, tidak rata dengan jalan. Warga pun berinisitaif memasang tanda agar warga berhati-hati untuk tidak lewat di atasnya, khawatir terperosok atau masuk ke dalam lubang sumur resapan.
Seperti diketahui, Dinas Sumber Daya Alam Pemprov DKI menganggarkan sebesar 411,43 miliar rupiah untuk pembangunan sumur resapan dengan target di 150.000 titik pada 2021. Jika 1,8 juta titik sumur resapan dibuat maka biayanya mendekati 5 triliun rupiah.
Sejak awal, rencana Pemprov DKI membangun 1,8 juta titik sumur resapan di Jakarta mendapat kritikan berbagai pihak. Rencana tersebut dianggap sia-sia, hanya menghamburkan uang dan dipastikan tidak akan mampu mencegah banjir karena sebagian permukaan tanah di Jakarta sudah berada di permukaan laut. Jutaan lubang tersebut justru dikhawatirkan akan terisi oleh air asin sehingga mirip kapal kapal laut yang bocor.
Pembangunan sumur resapan di daerah pesisir seperti Jakarta kurang tepat, sangat berpotensi terisi oleh air tanah payau (air tanah yang tercampur air laut) karena sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah yang dekat dengan pesisir. Digali sedikit saja akan rembes oleh air tanah yang payau. Ketimbang membangun sumur resapan, lebih baik menata bantaran kali, menambah ruang terbuka hijau, dan juga membangun waduk atau bozem.
Waduk atau bozem volume bidangnya lebih luas sehingga kalaupun sampai terisi rembesan air tanah, masih banyak sisa ruang untuk menampung hujan. Bahkan bisa dibangun atau didesain agar tidak rembes.
Sumur resapan di Jakarta harus memperhatikan kondisi curah hujan. Sebab, sumur resapan fungsinya hanya untuk menyimpan cadangan air, bukan untuk mengendalikan banjir. Sumur resapan hanya membantu mengurangi genangan air skala mikro, bukan air skala besar. Pembangunan sumur resapan pun sebaiknya dilakukan secara swadaya oleh warga, jangan menggunakan anggaran pemerintah. Lebih baik dananya untuk menata bantaran kali, embung dan waduk, serta menambah ruang terbuka hijau.
Sumur resapan bukan solusi, harus ada ruang terbuka hijau (RTH)-nya yang cukup, pohon yang cukup. Jangan sampai RTH malah ditiadakan diganti mal atau pusat perbelanjaan yang di Jakarta jumlahnya sudah mendekati angka 100.
Melihat dampak yang ditimbulkan, sebaiknya Pemprov DKI menghentikan program pembuatan sumur resapan sebagai program jangka panjang yang tidak selesai dalam satu tahun anggaran. Program membuat lubang-lubang di beberapa jalan yang sudah diaspal rapi ini, cukup tahun ini saja. Lebih baik dananya digunakan untuk membangun ekonomi kerakyatan yang sangat terpuruk di masa pandemi ini seperti membangun pasar rakyat yang khusus menjual produk-produk UKM di beberapa titik di Jakarta.
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
- 5 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan