Jelajahi Depok Lama Kini Semakin Mudah
Paspor Wisata Depok Lama yang digagas oleh Tim Pengmas Departemen Arsitektur FTUI bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) sebagai mitra penerima dan Yayasan Tenggara telah diluncurkan di Kantor Pemerintah Kota Depok.
Foto: (ANTARA/ Foto: Humas UI)DEPOK – Masyarakat diperkenalkan Paspor Wisata Depok Lama oleh Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Departemen Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia (UI). Untuk keperluan ini, UI bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) sebagai mitra penerima dan Yayasan Tenggara.
“Paspor Wisata Depok Lama ini berfungsi sebagai panduan dalam pengembangan rute wisata di Depok Lama,” tutur Koordinator Pengmas UI sekaligus Guru Besar FTUI Prof Kemas Ridwan Kurniawan, Kamis (12/12).
Kemas mengaku bahwa program ini bisa terlaksana atas kerja sama pentahelix antara unsur pemerintah, masyarakat, dan Universitas Indonesia. Untuk UI, khususnya Direktorat Pemberdayaan dan Pengabdian Masyarakat selaku pemberi dana.
Menurut Kemas, program ini suatu langkah pelestarian berkelanjutan yang dapat menjaga warisan budaya dan menggerakkan ekonomi komunitas. Selain itu, juga menyebarluaskan pentingnya sejarah Depok melalui program kreatif. “Harapannya, agar masyarakat bisa lebih peduli terhadap kotanya sendiri,” ujar Prof Kemas.
Lebih lanjut disebutkan, dalam paspor ini terdapat dua rute wisata yang dapat ditempuh para pengunjung: wisata alam dan wisata bangunan kolonial sekitar Jalan Pemuda. Peta wisata ini juga memiliki barcode yang terhubung dengan buklet dan video animasi yang memaparkan sejarah bangunan dengan lebih detil.
Selain itu, paspor juga memberikan rekomendasi kafe lokal yang dapat dikunjungi saat melakukan walking tour. Mereka juga bisa minta cap stempel dalam paspornya sebagai tanda sudah mengunjungi Depok Lama. Lebih jauh Kemas menjelaskan, Depok adalah sebuah kota dengan sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga ratusan tahun.
Berawal dari mantan petinggi VOC bernama Cornelis Chastelein yang membeli ribuan hektare lahan di selatan Batavia tahun 1696. Dia lalu mempekerjakan 150 pribumi untuk mengelola pertanian. Cornelis lalu menetap di sana.
Berbeda dari praktik perbudakan yang umum dilakukan orang Eropa pada masa itu, Chastelein justru memberikan pendidikan serta kehidupan yang layak bagi para pekerjanya. Sebelum wafat, Chastelein berwasiat agar para pekerjanya dimerdekakan serta diberi warisan berupa lahan.
Warisan Nilai
Nilai-nilai yang telah diajarkan Cornelis Chastelein pun diwariskan dari generasi ke generasi oleh komunitas Kaum Depok (atau oleh warga lokal disebut Belanda Depok) hingga saat ini. Meski memiliki sejarah yang panjang dan masih banyak peninggalan bangunan tersisa, cerita mengenai asal muasal Depok, sayangnya belum banyak diketahui masyarakat.
Padahal, kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai kota lama yang sarat akan wisata sejarah yang edukatif. Juga untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan aspek historis, budaya, dan prinsip pelestarian.
“Hal inilah yang menggerakkan Klaster Sejarah, Teori, dan Pelestarian Arsitektur FTUI untuk membuat program pengabdian masyarakat melalui pembuatan media promosi wisata yang dikemas dalam bentuk Paspor Wisata Depok Lama,” kata Prof Kemas.
Rektor UI Prof Heri Hermansyah menambahkan, Paspor Wisata Depok Lama menjadi sarana untuk memperkuat identitas budaya kota Depok. Jadi, tidak hanya sebagai warisan sejarah, tetapi juga sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Ant/G-1
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
- 5 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan