Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 31 Des 2021, 08:15 WIB

Seluruh Umat Beragama Harus Mendorong Harmonisasi Peradaban

Foto: istimewa

Yahya Cholil Staquf resmi menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Muktamar ke-34 NU yang berlangsung di Lampung pada 22-24 Desember 2021 kemarin. Maka, dengan terpilihnya Yahya Cholil Staquf, tongkat kepemimpinan PBNU beralih dari Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU sebelumnya, kepadanya.

Ke depan, banyak persoalan yang dihadapi bangsa ini otomatis menjadi tanggung jawab NU. Hal ini mulai dari masalah keumatan, ekonomi, politik, dan intoleransi yang terus dikembangkan orang-orang tak bertanggung jawab. Lalu, bagaimana NU menghadapi berbagai persoalan bangsa tersebut di bawah kepemimpinan Yahya. Untuk mengetahui lebih lanjut program-program dan kebijakan NU, wartawan Koran Jakarta, Agus Supriyatna, mewawancarai Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf. Berikut petikannya.

Bapak baru saja resmi menjadi Ketua Umum PBNU, apa visi misi sebagai nakhoda baru organisasi massa Islam terbesar Indonesia ini?

Visi saya untuk memimpin NU ini adalah menghidupkan Gus Dur. Ini saya sudah nyatakan berulang-ulang. Jadi, saya sampaikan kepada PWNU, PCNU se-Indonesia bahwa apa yang ingin saya lakukan yaitu visi saya dalam memimpin NU lima tahun ke depan ini bisa dinyatakan dengan sikap menghidupkan Gus Dur.

Jadi, NU ini ingin dibawa ke mana?

Saya ingin Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sungguh-sungguh bisa berfungsi dan kehadirannya dirasakan sebagai mana dulu kita semua menikmati fungsi dan merasakan kehadiran mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur). NU harus bisa menjadi pengayom semua masyarakat seperti dilakukan Gus Dur. Gus Dur adalah pengayom berbagai lapisan umat beragama, tak hanya Muslim.

Bisa dijelaskan kenapa spirit pemikiran Gus Dur yang ingin Bapak hidupkan kembali di NU?

Saya menilai Gus Dur mempunyai visi-visi besar. Menurut saya, visi Gus Dur masih sangat relevan untuk diterapkan sampai waktu yang lama. Apa yang dibawakan oleh Gus Dur, baik visinya maupun kinerjanya, saya bisa yakinkan bahwa itu semua harus dan dapat diproyeksikan menjadi konstruksi organisasi yang harus dibangun ke depan. Kita merindukan kejayaan pemikiran Gus Dur. Tapi Gus Dur sudah tiada, dan tidak ada seorang pun yang bisa menggantikannya. Maka, saya ingin mengajak untuk menjadi satu barisan guna mengupayakan secara bersama-sama untuk menghidupkan pemikiran-pemikiran dan visi besar Gus Dur tadi. Seluruh bangsa perlu mencontoh pemikiran-pemikiran Gus Dur yang inklusif, sehingga diterima semua pihak. Gus Dur menjauhkan eksklusivitas.

PBNU ini kan punya ikatan historis dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang disebut rumahnya kaum Nahdliyyin. Hubungan seperti apa yang ingin Bapak bangun antara PBNU dan PKB?

Saya tidak mau PBNU dipakai sebagai alat politik partai politik apa pun, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). NU tidak boleh menjadi kendaraan politik. Memang, PBNU memiliki hubungan erat dengan PKB. Namun, hal itu tidak serta-merta membuat PBNU sebagai alat pemenangan PKB. Relasi NU dengan PKB, saya kira alami sekali. Sebab, dulu PKB sendiri diinisiasi, dideklarasikan oleh pengurus-pengurus NU. Itu satu hal. Tapi, meski begitu, sekali lagi, tidak boleh lalu NU ini menjadi alat dari PKB atau dikooptasi dengan PKB. NU harus netral dimiliki banyak pihak. Tak boleh ada yang merasa memiliki sendiri NU. NU milik semua. Jangan mengotakkan NU.

Maksudnya?

Jadi, intinya, biarlah hubungan kita alami. Semua orang tahu PKB didirikan oleh pengurus NU. Bahkan, saya pribadi termasuk salah seorang pendiri PKB. Tapi hubungan antara NU dan PKB biarkan alami saja. Kita juga tahu bahwa kenyataannya warga NU sendiri tidak seluruhnya memilih PKB. Ada juga pilih partai lain, tapi tidak masalah. Warga NU berada di berbagai partai dan ini tidak menjadi masalah.

Meski begitu, PBNU akan membuka ruang jika ada pengurus PKB yang hendak bergabung dengan PBNU. Tidak hanya kepada PKB, PBNU juga membuka ruang yang sama bagi pengurus partai politik lainnya. Mari, silakan para petinggi partai-partai lain yang memiliki satu visi dan ingin bergabung ke NU. Silakan saja, NU terbuka. Saya ingin PBNU merangkul semua kelompok. NU harus menjadi wadah komunikasi di antara perwakilan partai-partai politik. Jadi tidak boleh ada satu warna. Semuanya harus bisa mendapat kesempatan yang sema, sehingga NU sendiri bisa menjadi semacam warna clearing house untuk menyepakati hal yang berbeda kepentingan-kepentingan.

NU adalah organisasi yang punya basis massa besar, pengaruhnya juga besar. Pendek kata, NU punya daya tarik politik dan bisa jadi magnet dalam kontestasi politik. Dengan segala daya tarik yang dimiliki NU, apakah Bapak tertarik, misalnya, suatu saat nanti ada partai yang meminang menjadi calon presiden atau wakil?

Saya tak mau PBNU terlibat sebagai peserta dalam kontestasi politik. Karena itu, saya bilang sejak awal, saya tidak mau menjadi calon presiden atau calon wakil presiden. Saya tidak mau ada calon presiden dan calon wakil presiden dari PBNU. Supaya apa? Supaya PBNU tetap dalam posisi menjadi penyangga di tahun 2024. Biarlah orang lain yang menjadi calon. Cukup banyak di luar NU yang bisa menjadi presiden atau wakil. Jadi dengan demikian, NU tetap dalam posisi mengayomi semua pihak.

Jadi, tak ingin ada capres atau cawapres dari struktur PBNU?

Iya. Jadi, tidak ingin ada calon presiden dan wapres dari PBNU. Supaya secara institusional tidak jadi pihak yang berkontestasi. Selain itu, hal ini sudah menjadi keputusan mulai Muktamar ke-26 NU di Semarang, Muktamar ke-27 Situbondo, dan disempurnakan dalam Muktamar ke-28 Yogyakarta.

Bapak baru saja bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor. Boleh tahu, apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut?

Saya datang untuk melaporkan hasil Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama kemarin. Saya menyampaikan kepada Presiden bahwa saya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU periode 2021-2026. Sedangkan KH Miftachul Achyar ditetapkan sebagai Rais Aam. Selain itu, saya juga melaporkan program-program dan sejumlah agenda yang disepakati dalam Muktamar ke-34 NU.

Berbagai program dan agenda itu nantinya akan sangat terkait dengan kerja sama antara NU dan pemerintah. Maka dari itu, semua perlu saya sampaikan kepada Presdien. Pemerintah dan NU mempunyai tanggung jawab yang sama untuk merawat, menjaga, dan membangun bangsa Indonesia. Jadi, antara Nahdlatul Ulama dan pemerintah harus terus-menerus dalam kerja sama yang erat untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Bukan baru kali ini saja, sebab sebelum-sebelumnya dulu, NU dan pemerintah juga telah menjalin tanggung jawab bersama demi membangun bangsa.

Sebagai Ketua Umum PBNU yang baru, saya berharap dapat menyempurnakan konsolidasi organisasi, sehingga NU kelak bisa menjadi agen transformasi. Ketika kita memiliki agenda-agenda nasional untuk menggerakkan masyarakat secara luas, maka Nahdlatul Ulama ini harus bisa sungguh-sungguh efektif dalam menjalankan peran untuk partisipasi masyarakat tersebut. Hal itu, termasuk di dalam ikut membantu menyukseskan semua program yang telah dicanangkan pemerintah. Sebab tentu saja pemerintah telah memiliki agenda yang harus dilaksanakan demi kesejahteraan seluruh rakyat.

Ada strategi khusus dalam membesarkan NU di era Bapak hingga ke depan?

Jadi yang lebih bermakna antara seluruh jenjang kepengurusan ini mulai dari PBNU sampai ke ranting. Itu sebabnya, saya kemudian menawarkan satu strategi membangun agenda-agenda nasional untuk dieksekusi sebagai program-program di tingkat cabang, sehingga PBNU kemudian tumbuh dan membutuhkan untuk berkomunikasi dengan cabang. Sebab harus memantau, mengevaluasi, mengadvokasi dan sebagainya. Kita ingin supaya ini berkembang merata. Caranya dengan agenda nasional yang dieksekusi oleh cabang-cabang secara merata. Itu akan menjadi agenda jangka panjang. Sebab hal ini dengan strategi khusus akan menjadi trigger untuk suatu proses konsolidasi yang lebih sistemik di dalam seluruh konstruksi organisasi NU. Struktur harus solid dan matang.

Ada isu kurang enak tentang Bapak. Bapak dituding dekat dengan Israel. Tanggapan Bapak?

Kalau soal isu-isu Israel, ini kan diangkat memang sebagai gimmick dalam muktamar saja. Ini kan soal lama, sudah dari tahun 2018. Saya sudah berbusa-busa ngomong sejak waktu itu. Saya tidak mau masuk ke dalan ranah politik. Saya ingin bicara dimensi agama dari problemnya. Persoalan yang lebih penting masih banyak. Tidak perlu menanggapi isu yang tidak terlalu perlu seperti itu.

Bahkan banyak orang Indonesia yang mungkin tidak kenal seorang Yahudi pun ikut-ikut membenci Yahudi karena alasan agama. Karena ya alasan, kalau membenci Yahudi itu dapat pahala, kalau enggak membenci Yahudi, kafir. Ada mindset seperti itu. Begitu pula sebaliknya. Ada kalangan Yahudi yang merasa ras mereka paling tinggi. Yang lain adalah ras manusia yang di bawahnya. Masalah-masalah seperti ini yang saya tak mau masuk di dalamnya.

Selalu saya bilang bahwa Israel-Palestina adalah bukan masalah agama, fundamental. Kalau ini enggak diselesaikan, solusi politik apa pun tidak akan jalan. Pola pikir di tiap-tiap agama yang masih menanamkan kebencian haruslah diubah. Sebagai contohnya, cara pandang umat Islam yang masih menghalalkan darah orang Yahudi, maupun upaya Yahudi merebut tanah Palestina. Jadi, ini harus diselesaikan dulu, soal agama. Kalau sudah selesai, solusi politik hanya tinggal masalah soal teknis. Apalagi soal normalisasi hubungan.

Apa yang mau Bapak Tekankan

Saya tekankan di sini, mari kita bicara tentang Palestina untuk kepentingan manusia. Mari berhenti menjadikan isu Palestina untuk gimmick politik kepentingan kita sendiri. Mari kita bicara tentang sebuah masa depan. Saya telah banyak berkomunikasi dengan pemimpin-pemimpin dari beragam agama, seperti Yahudi dan Kristen soal permasalahan teologi masing-masing agama. Menurut saya, seluruh umat beragama harus memiliki fungsi untuk mendorong harmonisasi peradaban.

Dalam Muktamar NU kemarin, Bapak mencium tangan Kiai Said Aqil Siradj yang menjadi rival dalam pemilihan Ketua PBNU. Seberapa dekat hubungan Bapak dengan Kiai Said Aqil Siradj?

Saya mencium tangan dan pipi beliau. Sikap itu tidak memiliki makna tertentu. Saya menghormati Kiai Said. Beliau guru saya. Ada muktamar atau tidak, saya cium tangan, begitu saja. Itu juga satu hal naluriah saja. Apa yang disampaikan, tidak ada.

Ini juga sebagai ciri khas orang NU. Di mana rata-rata pengurus adalah santri dari berbagai daerah. Saya santri, beliau guru saya. Kiai Said ini merupakan guru yang telah banyak memberikan pengalaman. Makanya, saya mengatakan paling awal, saya "haturkan" terima kasih kepada guru saya, yang mendidik saya, menggembleng dan menguji saya, tetapi juga membuka jalan untuk saya dan membesarkan saya, yaitu Prof Dr KH Said Aqil Siradj.

Keberhasilan yang sekarang diperoleh PBNU tak bisa dilepaskan begitu saja dari peran serta Kiai Said. Saya tidak tahu apakah akan cukup umur saya untuk membalas jasa-jasa beliau. Kalau ada yang patut dipuji, beliaulah orangnya yang harus dipuji.

Riwayat Hidup*

Nama: K.H. Yahya Cholil Staquf

Tempat, tanggal lahir: Rembang, Jawa Tengah, 16 Februari 1966

Pendidikan:

  • Madrasah Al-Munawwir Krapyak
  • Sarjana Sosiologi di UGM, Yogyakarta

Karier:

  • Pengasuh pesantren Raudlatut Tholibin di Rembang
  • Juru Bicara Presiden Era Gus Dur (1999-2001)
  • Tenaga ahli perumus kebijakan di Dewan Eksekutif Agama di AS - Indonesia (2015)
  • Sekretaris Umum/Katib Aam Syuriah PBNU (2015-2021)
  • Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2018-2019)
  • Ketua Umum PBNU (Des 2021-sekarang)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Agus Supriyatna

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.