Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi - Investasi untuk Pengembangan PLTP di Indonesia Capai 22,5 Miliar Dollar AS

Proyek Geotermal Jangan Abaikan Masyarakat Adat

Foto : ANTARA/INDRAYADI TH

KELOLA PLTP - Petugas membuka aliran sumur geothermal Unit 5 dan 6 di area PT Pertamina Geothermal Energy Lahendong, Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, beberapa tahun lalu. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) berkapasitas 2x20 MW dengan lima sumur bor tersebut memperkuat sistem ketenagalistrikan dari Sulawesi-Gorontalo (Sulgo).

A   A   A   Pengaturan Font

Bhima memaparkan dalam skema teknologi pembangkit listrik rendah emisi, penggunaan panas bumi saat ini sedang banyak disorot. Dalam rencana investasi JETP (Comprehensives Investment and Policy Plan - CIPP) Indonesia, geotermal menduduki posisi nomor satu teknologi pembangkit yang diproyeksikan akan menjadi jawaban dari transisi energi di negara ini.

Tidak kurang dari 22,5 miliar dollar AS dialokasikan demi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia. Bahkan sejak 2017, Pulau Flores ditetapkan sebagai Pulau Panas Bumi oleh pemerintah RI.

Namun di balik itu, pengembangan panas bumi sebagai sumber listrik baru dibayar dengan harga mahal. Proses transisi energi yang seharusnya bersamaan dengan aspek keadilan dan keberlanjutan, pada kenyataannya harus dibayar dengan harga tinggi, yakni kesejahteraan dan keselamatan warga di sekitar proyek.

Pada Februari 2024, tidak kurang dari 101 warga Mandailing Natal dilaporkan keracunan gas yang berasal dari PLTP Sorik Marapi. Tiga tahun sebelumnya, di lokasi dan PLTP yang sama lima orang bahkan menjadi korban jiwa.

Celios bersama dengan Walhi Nasional, meluncurkan kajian atas dampak PLTP pada 5 Maret lalu. Hasil modeling ekonomi yang dilakukan Celios dengan metode IRIO (Inter Regional Input-Output) memproyeksikan keberadaan PLTP di tiga lokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Wae Sano, Sakoria, dan Ulumbu berisiko menurunkan pendapatan petani sebesar 470 miliar rupiah pada tahap pembangunan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top