Rabu, 04 Des 2024, 02:15 WIB

Presiden Tegaskan Tidak Ada Toleransi bagi Korupsi yang Hambat Investasi

Presiden Prabowo Subianto

Foto: presiden.go.id

JAKARTA– Presiden Prabowo Subianto saat menjamu puluhan pengusaha Amerika Serikat (AS) di Istana Negara Jakarta, Selasa (3/12), menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk pelaku korupsi yang berpotensi menghambat investasi.

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Rosan Roeslani, saat mendampingi Presiden dalam jamuan tersebut, mengatakan sekitar 50 pengusaha AS yang tergabung di Dewan Bisnis AS-Asean mempunyai keyakinan dengan pemerintahan Presiden Prabowo yang berkomitmen meningkatkan iklim investasi di Indonesia.

“Di saat bersamaan, Bapak Presiden menyampaikan tidak akan ada toleransi untuk korupsi atau hal-hal negatif yang akan menghambat investasi," kata Rosan saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, seperti dikutip dari Antara.

Presiden Prabowo, kata Rosan, berkomitmen kepada para pengusaha untuk menegakkan aturan hukum sehingga memberi rasa nyaman kepada investor yang sudah menanamkan modal di Indonesia.

Para pengusaha yang hadir berasal dari delapan industri yang berbeda, seperti kesehatan/healthcare, makanan dan minuman, pariwisata, farmasi dan obat-obatan, mineral, minyak dan gas, serta digitalisasi. Mereka pun menyampaikan antusiasme mereka terkait investasi yang akan dilakukan.

“Ada lebih dari 11 pertanyaan yang disampaikan langsung kepada Bapak Presiden dan dan Bapak Presiden langsung menyampaikan secara gamblang bagaimana komitmen pemerintah Indonesia untuk terus meningkatkan ekonomi dengan menjaga investasi yang sudah masuk dan yang akan masuk ke Indonesia,” kata Rosan.

Sinyal Positif

Guru Besar Bidang Ilmu Akuntansi Forensik Sektor Publik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang juga Ketua Asosiasi Dosen Akuntansi Sektor Publik (APSAE), Dian Anita Nuswantara, mengatakan pernyataan Presiden Prabowo akan dibaca sebagai sinyal positif soal keseriusan Indonesia dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, sekaligus iklim bisnis yang ramah investasi.

“Saya kira Presiden sangat cerdas untuk memilih ungkapan-ungkapan yang diharapkan oleh calon investor. Karena bagaimanapun kalau kita punya target pertumbuhan yang tinggi, kita butuh Foreign Direct Investment (FDI) sebanyak mungkin,” kata Anita.

Pemerintahan yang bebas korupsi, katanya, adalah salah satu syarat mutlak untuk menciptakan iklim investasi yang ramah dan bebas pungli. Karena biaya-biaya tambahan itu hanya akan merugikan daya saing Indonesia.

“Ini bisa menjadi sinyal positif bahwa pemerintah benar-benar serius mengajak investor. Tapi, tentu mereka menunggu sejauh mana itu dibuktikan oleh pemerintah. Mungkin perlu gebrakan yang langsung terlihat, apakah itu penegakan hukum dan kebijakan-kebijakan bersifat insentif supaya menarik bagi investor,” jelas Anita.

Bagaimanapun investor tahu, dengan jumlah penduduk yang besar dan konsumsi tinggi, Indonesia punya potensi untuk investasi, hanya saja hambatan-hambatan yang ada membuat calon investor menahan diri.

Dalam kesempatan lain, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan pidato Presiden itu positif untuk menciptakan iklim investasi yang kondisif dan bebas dari korupsi. Agar lebih implentatif, pidato harus dibarengi dengan sistem pengawasan yang efektif dan penegakan hukum pada siapa saja yang terlibat korupsi.

“Jadi, tidak seperti yang sudah sudah hanya sebatas pidato tanpa ada efek nyata dalam pemberantasan korupsi terutama di sektor investasi,”tegas Badiul.

Korupsi, terangnya, sudah menjadi penghambat investasi asing masuk Indonesia. Sebab itu, diperlukan indikator yang jelas, seperti kemudahan investasi dan transparansi pengelolaan anggaran oleh pemerintah.

“Tidak ada toleransi terhadap korupsi harus diteguhkan dengan perilaku antikorupsi, dan mewujudkan sistem pengawasan yang kolaboratif, dengan melibatkan masyarakat, Civil Society Organization (CSO), serta media,” papar Badiul.

Kebijakan seperti itu hampir dipastikan akan berhadapan dengan kepentingan politik dan belum optimalnya reformasi birokrasi.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: