Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 11 Feb 2025, 00:00 WIB

Pendanaan Non-APBN: Jalan Pintas yang Bisa Berujung Masalah

Pengamat Kebijakan Publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi - "Pembiayaan non-APBN perlu dikelola dengan transparan dan akuntabel agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran atau korupsi" .

Foto: istimewa

JAKARTA – Wacana pemerintah menggunakan sumber pembiayaan di luar anggaran atau Non-APBN untuk mendorong pertumbuhan bisa menimbulkan kebergantungan terhadap pendanaan pihak luar. Terlebih lagi, pendanaan tersebut menggunakan skema utang dari luar negeri.

"Kebijakan ini juga berisiko meningkatkan ketergantungan pada pihak eksternal," tegas Pengamat Kebijakan Publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi kepada Koran Jakarta, Senin (10/2).

Dia menambahkan kementerian/ lembaga bakal kesulitan menarik pembiayaan, baik dalam bentuk hibah maupun investasi karena sering memiliki persyaratan yang bisa memengaruhi kedulatan kebijakan nasional. Dia mencontohkan, dalam skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), swasta bisa saja memiliki kepentingan yang selalu sejalan dengan prioritas pemerintah.

"Pembiayaan non-APBN perlu dikelola dengan transparan dan akuntabel agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran atau korupsi," tegasnya.

Selain itu, pemerintah harus menghindari penggunaan skema utang, misalnya dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan kreditor lainnya. Ini untuk menghindari penambahan utang negara dan menjaga stabilitas APBN agar tidak terkuras untuk membayar pokok dan bunga utang.

"Yang tidak kalah penting Bappenas perlu memastikan bahwa sumber pembiayaan Non-APBN yang diusulkan tetapi selaras dengan prioritas pembangunan nasional dan tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak lain," ucapnya.

Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dengan daerah untuk memastikan efisiensi belanja yang tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi. Bappenas juga perlu meyiapkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang ketat dalam pemanfaatan pendanaan hibah dan investasi luar negeri untuk memastikan akuntabilitas publik dan mencegah korupsi dan penyalahgunaan anggaran.

Risiko lain kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini bisa berdampak pada perlambatan bahkan kegagalan pencapaian target pembangunan. Risiko lain menghambat pertumbuhan ekonomi baik ditingkat daerah maupun nasional diangka 4,5-5 persen atau di bawah capaian pada kuartal IV- 2024, sebesar 5,02 persen.

Cara Komunikasi

Pengamat Ekonomi, Salamudin Daeng menegaskan cara komunikasi pemerintah dari awal sudah salah yakni mengunakan diksi pemotongan atau penghematan anggaran. Pernyataan tersebut dipandang oleh pasar sebagai pernyataan krisis atau resesi.

Pernyataan semacam ini, lanjutnya, berbeda sama sekali maknanya dengan pernyataan pemerintah untuk mengurangi atau menghilangkan korupsi APBN. Korupsi memang merupakan masalah yang serius dalam tata kelola APBN, namun pernyataan penghematan itu memiliki konotasi yang lain.

Menurutnya, ekonomi dewasa ini juga dibangun dengan kekuatan belanja pemerintah. "Pemerintah harusnya meyakinkan publik dan internasional bahwa akan menaikkan belanja. Sebagaimana perusahaan perusahan setiap tahun akan mengumumkankenaikan capital expenditure (Capex) untuk menambah kepercayaan masyarakat dan investor," papar Daeng.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy mendorong kementerian/lembaga agar dapat memanfaatkan sumber pembiayaan non APBN, seperti hibah dan investasi luar negeri. Hal itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, meskipun terjadi pengalihan anggaran.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.