Pemerintah Perlu Rancang Penguatan Kelas Menengah
Foto: istimewaJAKARTA - Perhatian pemerintah ke kelas menengah sangat minim. Di sisi lain, negara mengakui besarnya kontribusi kelas menengah terhadap konsumsi domestik.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 66,35 persen masyarakat Indonesia berada pada kategori pengeluaran kelas menengah dan menuju kelas menengah.
Sayangnya, dalam berbagai kebijakannya, penyelenggara negara hanya memperhatikan kelompok bawah dan mengabaikan kelas menengah. Program subsidi untuk kelas menengah minim, begitu juga dari sisi intervensi fiskal.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan berbagai program pemerintah pada umumnya selalu mengarah kepada kelas pendapatan rendah atau ke pengusaha di level pendapatan tinggi.
"Kelas menengah terlupakan dalam penguatan daya beli. Padahal ketika terjadi krisis, mereka rentan turun kelas," tegas Direktur Riset Institute for Financial and Economic Studies (IFES) tersebut pada Koran Jakarta, Rabu (28/8).
Karena itu, menurut dia, ke depan perlu juga dirancang penguatan kelas menengah seperti subsidi asuransi pengangguran, subsidi bunga kepemilikan rumah dan menaikkan pendapatan tidak kena pajak. Kemudian, perlu juga digencarkan pelatihan-pelatihan kewirausahaan sebagai alternatif menciptakan penghasilan.
Dengan demikian, setidaknya kelas menengah dapat bertahan dalam situasi terburuk yang mereka alami. "Dampak positifnya, daya beli tidak turun drastis dan konsumsi juga," ucap Suhartoko.
Kenaikan Pajak
Peneliti Ekonomi Center Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan kelas menengah ini memang tergencet dengan kenaikan harga-harga yang sebenarnya bisa ditahan pemerintah.
Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen ke 11 persen hingga kenaikan bahan bakar minyak (BBM) semakin menekan konsumsi kelas menengah. "Kebutuhan hidup yang meningkat tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan mereka yang rata-rata 1,5 persen per tahun," ucapnya.
Karena itu, lanjut Huda, kelas menengah ini sering berpindah kerjaan. Selain mencari kenyamanan, mereka juga mengincar kenaikan pendapatan yang bisa ditawarkan perusahaan lain.
"Perusahaan lama jika meningkatkan pendapatan akan sangat terbatas. Maka pemerintah harusnya memang tidak menaikkan harga-harga yang diatur pemerintah saja itu akan sangat membantu," jelasnya.
Huda memperingatkan tahun depan kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen akan semakin menekan konsumsi kelas menengah.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, meminta pemerintah memperhatikan kalangan kelas menengah untuk menjaga kinerja konsumsi domestik dalam menopang pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan ekonomi selalu bergantung pada konsumsi domestik, tapi itu terancam menurun seiring dengan turunnya kelas menengah Indonesia. Sejak enam tahun lalu, jumlah kelas menengah kita turun delapan juta jiwa. Padahal merekalah sebenarnya kelas penggerak konsumsi domestik," ujar Said, di Jakarta, Selasa (27/8).
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pasangan RIDO dan Pramono-Rano Bersaing Ketat di Pilkada DKI Jakarta
- 2 Sekjen PDI Perjuangan Hasto Ingatkan Tambang Emas Rawan Disalahgunakan Pilkada Jember
- 3 Reog Ponorogo hingga Kebaya Bakal Jadi Warisan Dunia UNESCO
- 4 Pemprov DKI Siapkan Mobil Pompa di Area Cekungan Guna Atasi Genangan
- 5 Panglima TNI Akan Kerahkan Babinsa Bantu Reboisasi HutanÂ