Banjir Impor Turunkan Utilisasi Industri Hingga 10 Persen
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menegaskan seharus IKI Desember bisa lebih tinggi. Karena itu Kemenperin mendorong agar Kementerian/Lembaga lain untuk merealisasikan kebijakan pro industri, terutama pembatasan impor produk jadi
Foto: kementerian perindustrianJAKARTA-Industri manufaktur pada Desember lalu memang ekspansif namun melambat. Kondisi ini salah satunya karena masalah relaksasi impor. Banjir impor dapat menurunkan utilisasi hingga 10% yang dapat mengakibatkan industri kalah bersaing. Adapun utilisasi merupakan kapasit produksi terpasang.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Desember 2024 masih bertahan pada posisi ekspansi, yaitu sebesar 52,93. Angka tersebut turun 0,02 poin dibandingkan dengan bulan November 2024 dan meningkat 1,61 poin dibandingkan dengan Desember 2023.
Ditegaskannya bahwa penurunan IKI masih disebabkan oleh pemberlakuan relaksasi impor. "Seharusnya bisa lebih tinggi lagi. Oleh karena itu Kemenperin mendorong agar Kementerian/Lembaga lain untuk merealisasikan kebijakan pro industri, terutama pembatasan impor produk jadi," tegas Febri dalam Rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2024 di Jakarta, Senin (30/12).
Dari laporan yang diterima Kemenperin, banjir produk impor murah memberatkan industri. Pasalnya, banjir impor ini dapat menurunkan utilisasi hingga 10% yang dapat mengakibatkan industri kalah bersaing, kemudian kolaps, dan melakukan PHK.
Sebagi ilustrasi, kenaikan PPN (pajak pertambahan nilai) 12 persen akan menaikkan harga bahan baku dan bahan penolong, namun industri bisa menyesuaikan dengan menurunkan utilisasi sedikit dan menaikkan harga jual produk manufakturnya. “Namun, industri sulit menurunkan harga jual bila bersaing dengan produk impor yang sangat murah,” terang Jubir Kemenperin.
Posisi IKI bulan Desember 2024 ditopang oleh terjadinya ekspansi 19 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB (produk domestik bruto) Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 90,5 persen.
IKI bulan Desember ini juga ditunjang oleh berekspansinya seluruh indeks pembentuk IKI, yaitu pesanan baru, produksi, dan persediaan. Indeks produksi mengalami kenaikan indeks terbesar dan berubah dari kontraksi menjadi ekspansi di angka 55,53 atau naik 5,81 poin. Sedangkan indeks pesanan baru dan persediaan mengalami penurunan berturut-turut 3,49 poin menjadi 50,71 dan 0,1 menjadi 54,58.
Peningkatan produksi tersebut didorong oleh persiapan perayaan Natal dan Tahun Baru yang telah diantisipasi oleh pelaku usaha industri manufaktur. Di sisi lain, konsumen cenderung mengambil sikap “wait and see” untuk melakukan pesanan maupun membeli produk.
Tiga subsektor dengan nilai IKI tertinggi yaitu subsektor Industri Alat Angkutan Lainnya, Industri Peralatan Listrik, dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas. Namun demikian, terdapat empat subsektor utama yang justru mengalami kontraksi pada momen ini, yaitu Industri Minuman, Industri Tekstil, Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik, serta Industri Pengolahan Tembakau.
Keempat subsektor ini mengalami kontraksi akibat penurunan pesanan baru.
Selain tidak stabilnya kondisi global yang berpengaruh pada penurunan demand produk industri, beberapa isu lain juga diduga mendorong penurunan pesanan pada beberapa subsektor di atas, seperti kenaikan harga jual eceran produk hasil pengolahan tembakau, wacana cukai minuman berpemanis, dan pencantuman label nutri-level.
Selanjutnya, melihat kondisi global, pelemahan rupiah terhadap dolar AS berakibat pada kenaikan harga barang-barang, terutama barang impor maupun produk yang bahan bakunya berasal dari luar negeri sehingga akan menjadi beban kenaikan biaya produksi. Konflik geopolitik, serta pemilihan umum yang terjadi di lebih dari 60 negara juga menimbulkan perbedaan arah kebijakan sebagai akibat dari pergantian kepemimpinan.
Di sisi lain, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dinilai memberikan tekanan terhadap industri berupa peningkatan biaya tenaga kerja/operasional, dan daya saing industri. “Selain itu diperlukan strategi mitigasi berupa percepatan penggunaan hedging valas, pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor, diversifikasi produk sesuai daya beli masyarakat, dan efisiensi biaya operasional,” pungkas Febri.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Catat! Ini Daftar Lengkap Harga BBM Pertamina yang Resmi Naik per 1 Januari 2025
- 2 Usut Tuntas, Kejati DKI Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp317 Miliar pada 2024
- 3 Kalah di Beberapa Daerah pada Pilkada 2024, Golkar Akan Evaluasi Kinerja Partai
- 4 Antisipasi Penyimpangan, Kemenag dan KPAI Perkuat Kerja Sama Pencegahan Kekerasan Seksual
- 5 Seekor gajah di Taman Nasional Tesso Nilo Riau mati