PBB: Perubahan Iklim akan Tingkatkan Kelaparan di Afrika
Wakil Direktur Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Zitouni Ould-Dada
Foto: AFP/MOHAMMED ABEDSHARM EL SHEIKH - Saat delegasi COP27 di Mesir memperdebatkan emisi yang memanaskan planet, krisis iklim memperburuk kelaparan yang menghancurkan di beberapa negara Afrika dan akan semakin memburuk tanpa tindakan segera, kata PBB, Rabu (16/11).
"Jika tindakan drastis tidak segera diambil, kelaparan akan meningkat karena perubahan iklim dirasakan di mana-mana, paling parah di daerah yang rentan, seperti Sudan," kata Zitouni Ould-Dada, dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Menurut peringatan yang dikeluarkan Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan pada awal bulan ini, Sudan adalah salah satu negara Afrika Timur yang menghadapi kerawanan pangan akut, seraya menyoroti situasi yang mengerikan serupa terutama di Ethiopia, Kenya, dan Somalia.
Saat KTT COP27 dibuka, sebuah pernyataan bersama dari lebih dari selusin badan PBB dan badan amal utama memperingatkan bahwa kawasan Tanduk Afrika dicengkeram oleh kekeringan terpanjang dan terparah dalam sejarah baru-baru ini, memperingatkan bahwa sebagian Somalia diproyeksikan menghadapi kelaparan.
Afrika adalah rumah bagi beberapa negara yang paling tidak bertanggung jawab atas emisi karbon, tetapi paling terpukul oleh serangan cuaca ekstrem.
Sudan, seperti banyak negara lain di benua itu, telah terpukul keras dalam beberapa tahun terakhir oleh pola cuaca yang tidak menentu seperti dilanda kekeringan yang parah dan suhu terik yang diikuti oleh curah hujan lebat.
Sekitar sepertiga populasi, lebih dari 15 juta orang, akan membutuhkan bantuan tahun depan, tingkat tertinggi selama lebih dari satu dekade, menurut Program Pangan Dunia (WFP).
Menurut peringkat tahun 2020 dalam Indeks Adaptasi Global, yang disusun oleh Universitas Notre Dame di Amerika Serikat menyatakan bahwa Sudan adalah negara paling rentan kelima di dunia terhadap dampak perubahan iklim.
Tuntutan yang meningkat akan sumber daya alam yang semakin menipis telah memicu konflik antaretnis di Sudan, termasuk perang tahun 2003 yang meletus di wilayah barat Darfur yang gersang.
Sementara kesepakatan damai untuk Darfur dicapai pada tahun 2020 dengan kelompok pemberontak utama, kekerasan terus berlanjut.
Dengan pertanian dan peternakan menyumbang 43 persen lapangan kerja dan 30 persen dari PDB, konflik atas ternak dan akses ke air dan tanah terus berlanjut.
Menurut PBB, 800 orang telah tewas tahun ini dan lebih dari 260.000 mengungsi dalam konflik di seluruh Sudan. AFP/I-1
Redaktur: Ilham Sudrajat
Penulis: Ilham Sudrajat
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Gara-gara Perkawinan Sedarah, Monyet Salju Jepang di Australia akan Dimusnahkan
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN
- 4 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 5 Natal Membangun Persaudaraan
Berita Terkini
- Satu Orang Tewas Tertembak di Pangkalan Angkatan Darat AS di Georgia
- Mardiono Sebut Ada Wacana Perubahan AD/ART di Mukernas PPP
- ASDP Pastikan Kesiapan Layanan Angkutan Penyeberangan Natal dan Tahun Baru 2025
- Kurangi Kecelakaan dan Kemacetan, Polri Batasi Jam Operasional Angkutan Barang Selama Libur Natal dan Tahun Baru 2025
- Polri Sebut Kecelakaan Lalu Lintas Berawal dari Hal Ini, Jangan Dilakukan