
Parlemen Sahkan UU Antipenyangkalan Genosida Khmer Merah
Mantan PM Kamboja, Hun Sen
Foto: AFP/CAMBODIA SENATEPHNOM PENH - Anggota parlemen Kamboja pada Selasa (18/2) menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang melarang penyangkalan kekejaman yang dilakukan oleh rezim Khmer Merah pada era ‘70-an, termasuk genosida.
Gerakan ultrakomunis yang dipimpin oleh Pol Pot dilaporkan telah memusnahkan sekitar dua juta orang melalui kelaparan, penyiksaan, kerja paksa, dan eksekusi massal selama kekuasaannya antara tahun 1975-79.
RUU tersebut, yang serupa dengan undang-undang Jerman yang menentang penyangkalan holocaust, masih memerlukan persetujuan Senat sebelum Raja Norodom Sihamoni mengumumkannya, tetapi kedua langkah tersebut dipandang hanya formalitas semata.
“Seluruh 115 anggota parlemen, termasuk Perdana Menteri Hun Manet, memberikan suara untuk menyetujui RUU tersebut,” kata Majelis Nasional Kamboja dalam sebuah pernyataan. “RUU tersebut dimaksudkan untuk memberikan keadilan bagi para korban Khmer Merah dan mencegah kekejaman terulang di Kamboja," imbuh institusi itu.
Berdasarkan RUU tujuh pasal, siapa pun yang menyangkal atau memaafkan kekejaman yang dilakukan oleh Khmer Merah dapat dipenjara selama satu hingga lima tahun dan dapat dikenai denda mulai dari 2.500 hingga 125.000 dollar AS.
Definisi kekejaman dalam RUU tersebut mencakup genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, di mana pengadilan yang didukung PBB mengadili para pemimpin tinggi Khmer Merah sembilan tahun lalu.
Pengesahan RUU ini dilakukan menjelang peringatan 50 tahun pengambilalihan Kamboja oleh Khmer Merah pada pertengahan April. Hal ini dilakukan atas permintaan mantan pemimpin berpengaruh Hun Sen yang pada Mei lalu mengklaim bahwa beberapa politisi masih menolak untuk mengakui genosida Khmer Merah dan meminta pemerintah untuk menghukum mereka.
Prakarsa Hun Sen
Undang-undang tersebut nantinya akan menggantikan RUU serupa, yang juga diprakarsai oleh Hun Sen dan disahkan pada tahun 2013, yang melarang pernyataan yang menyangkal kejahatan oleh komunis Khmer Merah dan membawa hukuman hingga dua tahun penjara.
Bulan lalu Hun Sen juga menyerukan undang-undang baru untuk melabeli siapa pun yang berupaya menggulingkan pemerintahan putranya sebagai "teroris", saat negara itu memperingati ulang tahun penggulingan Khmer Merah.
Kelompok hak asasi manusia menuduh Hun Sen, yang memerintah Kamboja selama hampir empat dekade, menggunakan sistem hukum untuk menghancurkan oposisi.
Hun Sen, yang merupakan mantan kader Khmer Merah, mengundurkan diri pada tahun 2023 dan menyerahkan jabatan perdana menteri kepada putra sulungnya, Hun Manet.
Pada tahun 2018, pengadilan Kamboja yang didukung PBB memutuskan dua pemimpin tinggi Khmer Merah bersalah atas genosida dalam putusan pentingnya.
Beberapa negara Eropa, termasuk Jerman, Austria, dan Prancis, memiliki undang-undang yang melarang penyangkalan terhadap genosida yang dilakukan oleh rezim Adolf Hitler pada tahun 1930-an dan 1940-an, yang menewaskan sekitar enam juta orang Yahudi. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Kemenag: Kuota 1.838 Jemaah Haji Khusus Belum Terisi
- 2 Kabupaten Meranti mulai laksanakan Program Makan Bergizi Gratis
- 3 Pram-Rano Akan Disambut dengan Nuansa Betawi oleh Pemprov DKI
- 4 Klasemen Liga 1 Setelah Laga-laga Terakhir Putaran ke-23
- 5 Dirut BPJS: Syarat Kepesertaan JKN Bukan untuk Mempersulit Jemaah Haji