
Pantun Bisa Jadi Soft Power Dunia
Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, dalam Seminar Internasional Pantun Nusantara, di Jakarta, Senin (10/2).
Foto: Muhamad MarupJAKARTA - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, mengatakan, pantun bisa menjadi soft power dunia. Menurutnya, penutur pantun sangat banyak karena keberadaannya tidak hanya ada di Indonesia, tapi juga di negara lain seperti Malaysia dan Thailand.
“Ini bisa semacam gelombang atau soft power agar pantun bisa diterima. Penuturnya banyak. Asia Tenggara saja (penduduknya) 600 juta,” ujar Fadli, dalam Seminar Internasional Pantun Nusantara, di Jakarta, Senin (10/2).
Dia menjelaskan, pantun di Indonesia sudah hidup dalam budaya tutur masyarakat dan sejak 2020 sudah menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Menurutnya, pantun telah berhasil mempersatukan Indonesia yang latar belakang masyarakatnya beragam.
“Pantun salah satu bentuk sastra kita terlama, dan dalam konteks multikultur Indonesia tidak hanya jadi hiburan, tapi jembatan yang mempersatukan dan memperkuat identitas nasional,” jelasnya.
Pelestarian Pantun
Fadli mengungkapkan, pantun penting untuk dilestarikan karena merupakan cerminan kebijaksanaan lokal yang sarat dengan pesan moral. Pentingnya pelestarian akan memudahkan generasi muda untuk menggunakan dan memberdayakan pantun.
Dia melanjutkan digitalisasi memegang peranan penting dalam pelestarian pantun. Menurutnya, platform-platform media sosial juga bisa diberdayakan dalam proses pelestarian pantun.
“Pantun lebih otentik hadir dari ekspresi kita sendiri. (Digitalisasi) ini sarana efektif dalam melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan pantun,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sastri Sunarti, mengatakan, eksistensi pantun mulai tergerus pengaruh budaya asing dan perubahan gaya hidup masyarakat, terutama generasi muda. Digitalisasi dan media sosial yang berkembang pesat saat ini justru lebih sering diisi oleh konten populer yang kurang mencerminkan identitas budaya lokal.
Dia menyebut, fenomena tersebut memunculkan tantangan besar sehingga perlu pelestarian agar pantun tetap relevan di era digital. Pihaknya menggelar seminar internasional dalam rangka merumuskan strategi kultural guna menjaga kelestarian pantun.
“Seminar internasional ini menghadirkan para pakar dari dalam dan luar negeri, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Belanda,” katanya.
Sastri menerangkan, seminar bertujuan tidak hanya menghidupkan kembali tradisi berpantun, tetapi juga menjadikannya sebagai bagian integral dalam pendidikan, diplomasi budaya, dan inovasi kontemporer. Hal ini agar mampu menjangkau generasi muda dan masyarakat global.
“Dengan menggali dan memahami pantun sebagai kekayaan masyarakat di berbagai etnis, ditujukan juga untuk memperkuat identitas budaya bangsa dan merumuskan strategi kultural pelestarian pantun di era digital,” tuturnya.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kemnaker Sediakan 229 Bus Mudik Gratis
- 2 Pemkot Kediri Lakukan Cek Angkutan Umum
- 3 Gubernur DKI Jakarta Serahkan KJP Plus Tahap I 2025 dan Gratiskan Akses TMII
- 4 Pemkab Bogor: Bazar Pangan Murah Kadin Sukses Stabilkan Harga
- 5 Pemerintah Kota Kediri Melakukan Pengecekan terhadap Angkutan Umum agar Aman
Berita Terkini
-
Masyarakat Diimbau Punya Rekening Bank
-
TNI: Anggota TNI Aktif yang Duduki Jabatan Sipil Harus Pensiun Dini
-
Butt: Mimpi Man United Juara Liga Inggris 2028 “Tak Akan Terwujud”
-
5 Rekomendasi Kegiatan Ngabuburit di Jakarta, Lebaran Fair hingga Midnight Sale
-
Demi Keselamatan Jemaah, KJRI Jeddah Imbau Gunakan Agen Travel Umrah Resmi