Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menakar Kebijakan Ekologi Capres

Foto : Koran Jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Pembahasan kerusakan lingkungan atau ekologi memang menjadi sangat rumit karena tidak semata-mata masalah hokum. Dia berkelindan dengan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Apalagi ketika penguasa sudah berkoalisi dengan pengusaha. Lebih parah lagi, andai penguasa adalah pengusaha itu sendiri.

Kondisi demikian menyebabkan garis kebijakan atau politik hukum penyelesaian permasalahan lingkungan tidak berjalan sesuai dengan ketentuan. Maka, mudah dipahami jika pergantian rezim tidak juga mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan. Alasannya sederhana, hampir setiap rezim menghadapi persoalan sama.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi tahun 1992 di Rio De Janeiro, Brasil, Indonesia dengan mantap menerima paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah agenda politik pembangunan. Namun, harus diakui, menggeser atau mengubah pola titik berat pembangunan dari fokus ekonomi ke berbasis sosial, budaya dan ekologi lingkungan hidup berkelanjutan, tidak mudah.

Keberlanjutan ekologi ini hanya akan dicapai andai benar-benar dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan atau politik hukum negara. Terkait ini, jawaban para capres masih belum terjabarkan dengan komprehensif. Capres petahana mengaku sudah menindak korporasi-korporasi nakal. Namun harus lebih keras lagi agar makin menjerakan.

Adapun capres penantang terkesan belum memiliki garis kebijakan yang jelas dan mendasar berdasarkan fakta serta data yang sudah mengemuka dalam debat tersebut. Pernyataan 'lingkungan untuk rakyat, bukan rakyat untuk lingkungan' belum dielaborasi dengan baik. Padahal, capres penantang sesungguhnya memiliki peluang besar untuk menyerang petahana baik dari sisi kebijakan pencegahan maupun penindakan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top