Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ketika Sejarah Budaya dan Tata Ruang Membentuk Gaya Bahasa Anak Jaksel

Foto : The Conversation/SA Films/Perfini

Kebayoran Baru pada era 1950-an, sebagaimana digambarkan dalam film Tiga Dara (1956), menjadi periode penting berkembangnya pengaruh bahasa Inggris di Jakarta Selatan.

A   A   A   Pengaturan Font

Bagaimana sejarah kebudayaan dan tata ruang Jakarta Selatan melahirkan bahasa percampuran ala anak Jaksel?

Muhammad Iqwan Sanjani, UNSW Sydney dan Mohammad Nanda Widyarta, Universitas Indonesia

Istilah "bahasa anak Jaksel" tidak asing lagi di telinga kita. Istilah ini sering diartikan sebagai gaya percampuran antara bahasa Inggris dan Indonesia yang banyak digunakan oleh anak-anak muda urban - salah satu stereotipnya adalah mereka yang tinggal di daerah Jakarta Selatan (Jaksel).

Misalnya, kita sering mendengar ungkapan-ungkapan bahasa Inggris seperti "which is" (yang merupakan), "literally" (benar-benar), hingga "basically" (pada intinya) yang dicampur ke dalam kalimat-kalimat bahasa Indonesia. Bahkan, tak jarang kata-kata tersebut begitu populer di ruang maya sehingga viral dan digunakan secara luas oleh masyarakat di penjuru negeri.

Fenomena ini pun menjadi pemicu munculnya sejumlah istilah "bahasa gaul" baru yang populer digunakan dalam komunikasi di media sosial, seperti "fear of missing out atau FOMO (takut ketinggalan berita atau tren) hingga "correct me if I'm wrong atau CMIIW (koreksi aku jika salah).

Bagi sebagian orang, gaya bahasa ala anak Jaksel ini melambangkan tingkat pendidikan dan kelas sosial yang lebih tinggi. Hal ini mungkin benar adanya, tetapi fenomena ini sebenarnya bisa dikaji lebih dalam dari perspektif sejarah, tata ruang, dan kebahasaan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top