Jangan Lagi Ada Suami dan Istri yang Terlibat Korupsi
Beniharmoni Harefa, Pengamat Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta
Foto: IstimewaKasus dugaan tindak pidana korupsi seperti menjadi hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, mereka yang terseret dalam kasus korupsi, berasal dari beberapa kalangan, mulai DPR/DPRD, kepala daerah, hingga pejabat setingkat menteri.
Para koruptor, melancarkan aksinya bersama dengan siapa saja yang dapat menguntungkan, seperti kerabat, keluarga, hingga suami/istrinya. Dengan penangkapan dan penetapan tersangka Bupati Kutai Timur, Ismunandar (ISM) bersama istrinya Encek Unguria (EU) selaku Ketua DPRD Kutai Timur, pada Jumat (3/7), menambah angka dugaan korupsi sepasang suami istri.
Itu bukan yang pertama. Sudah lebih dari lima kali korupsi yang melibatkan sepasang suami istri itu terjadi. Pengamat Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta, Beniharmoni Harefa menyebut fenomena ini terjadi, salah satunya karena adanya kemudahan berhubungan atau berkomunikasi dalam melancarkan perbuatan terlarang itu.
"Adanya hubungan keluarga (suami istri) mempermudah komunikasi dan saling membantu sehingga mempermudah melakukan hal-hal terlarang seperti korupsi. Faktor lain sangat mendukung terjadinya ini yakni keserakahan, lifestyle, dan melanggengkan kekuasaan. Sehingga banyak suami istri akhirnya terseret korupsi," kata Beni kepada Koran Jakarta, Minggu (5/7).
Saling Mengingatkan
Beni menyayangkan korupsi suami istri yang merupakan pejabat negara terulang kembali. Padahal, sepasang suami istri harusnya berkomunikasi untuk saling mengingatkan dan mendukung dalam mengemban tugas yang telah diamanahkan untuk kepentingan rakyat.Suami istri jangan lagi ada yang terlibat korupsi.
"Suami istri harusnya menjadi teladan, dan berkomunikasi dengan baik demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, tidak malah bersama-sama melakukan korupsi," tegas Beni.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango mengatakan praktik korupsi suami istri yang kembali terendus lembaga antikorupsi itu seharusnya bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat. Nawawi menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat dalam melihat fenomena ini.
"Kami serahkan kepada masyarakat untuk menilai dan kemudian mengambil pelajaran dari situ karena baik dalam jabatan bupati maupun jabatan ketua DPRD itu hasil dari pilihan masyarakat. Jadi silakan masyarakat mengambil pembelajaran dari sisi ini," kata Nawawi.
Sebelumnya, Koran Jakarta mewawancarai Plh Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak. Dalam diskusi bersama wanita yang turut aktif dalam Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) itu, Yuyuk menyatakan perempuan memiliki pilihan untuk menentukan arah mana yang ingin ditujunya dalam tindak pidana korupsi, bisa sebagai pengajar, korban, hingga pelaku korupsi.
- Baca Juga: Guru Diimbau Tidak Golput di Pilkada Serentak
- Baca Juga: DPR dan Pemerintah Putuskan Revisi RUU DKJ
Yuyuk menyebut minimnya pengetahuan perempuan akan tindak pidana korupsi, pemicu seringnya dijadikan sebagai perantara aktivitas korupsi. Perantara ataupun penghubung penerimaan uang suap dan gratifikasi antara pelaku kadang tidak terlalu disadari oleh perempuan. Apalagi, antara suami-istri. Seorang istri pejabat negara yang kurang paham akan modus korupsi. n yolanda permata putri syahtanjung/N-3
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pasangan Andika-Hendi Tak Gelar Kampanye Akbar Jelang Pemungutan Suara Pilgub Jateng
- 2 Cawagub DKI Rano Karno Usul Ada Ekosistem Pengolahan Sampah di Perumahan
- 3 Kampanye Akbar Pramono-Rano Bakal Diramaikan Para Mantan Gubernur DKI
- 4 Transjakarta Beroperasi Hingga 23.00 Saat Timnas Indonesia Lawan Arab
- 5 Spanyol Ingin Tuntaskan Fase Grup UEFA Nations League dengan Kemenangan