Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ini Permasalahan TPST Bantargebang Dulu dan Sekarang

Foto : istimewa

Kondisi TPST Bantargebang.

A   A   A   Pengaturan Font

Kedua, tambah dia, beban estetika semakin buruk. Sampah yang semakin banyak tidak dipilah, tidak diolah mengambarkan kondisi estetika buruk. Kondisi ini menunjukkan suatu peradaban kuno dan jorok, boleh jadi merendahkan martabat manusia. Jika bicara Bantargebang, maka selalu muncul "image"-nya buruk, jorok, kumuh dikaitkan dengan sampah yang amburadul.

Ketiga, beban lingkungan semakin berat. Pertambahan volume sampah sekitar 2,2 juta ton sampai 2,7 juta ton per tahun tidak diolah secara signifikan mengakibatkan terjadi pencemaran udara, air permukaan dan dalam serta tanah semakin massif. Pencemaran udara kotor disebabkan oleh operasional TPST, asap dari alat berat dan truk sampah selama 24 jam.

Pengelolaan air lindi belum maksimal pada IPAS I dan II. Apalagi ketika musim hujan, air lindi bercampur air hujan sebagian mengalir ke saluran air menuju kali Ciketing. Selanjutnya bertambah lagi, air hujan bercampur lindi dari TPA Sumurbatu dan limbah tinja IPLT Sumurbatu menuju Kali Asem, Kali Pedurenan, Perumahan Dukuh Zamrud, Perumahan Niagara, Mutiara Gading Bekasi Timur, crossing tol Jatimulya Kalimalang.

"Pencemaran air kali mulai dari Bantargebang hingga Jatimulya kini semakin massif. Warnanya hitam pekat dan sangat bau. Jelas di dalam air kali terdapat lindi dari TPST/TPA, tinja dari IPLT, limbah domestik perumahan, limbah pabrik," kata Bagong.

Pada musim hujan, tambah Bagong, gunung-gunung sampah rawan longsor. Jika terjadi longsor akan menimbulkan malapetaka menelan korban nyawa, seperti kasus sampah longsor di TPA Luewigajah tahun 2005, kasus TPA Bantargebang tahun 2006.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top