“Bubble" Properti di Indonesia Akan Lebih Bermasalah
Manajer Riset Seknas Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), Badiul Hadi.
Badiul menambahkan, potensi masalah akibat gelembung properti di Indonesia sangat besar, selain faktor PDB (produk domestik bruto) perkapita yang rendah, juga karena faktor spekulasi para investor. "Jika terjadi bubble properti, kita akan lebih bermasalah karena pendapatan perkapita Indonesia hanya seperempat Tiongkok," katanya.
Ekonom Universitas Islam Indonesia (UII), Suharto, mengatakan otoritas mesti benar-benar memperhatikan portofolio penyaluran kredit properti. Jangan sampai mengumpul hanya di kota-kota besar seperti di Jakarta. Pertumbuhan properti di Jakarta sesungguhnya tidak mencerminkan adanya hubungan langsung antara permintaan dan penawaran.
"Yogya misalnya, kurang sekali pasokan rumah murah, tapi di Jakarta super block dan mal terus dibangun. Kan ini kurang tepat," kata Suharto.
Pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan untuk antisipasi risiko bubble properti, perlu dicari cara agar kredit perumahan tersalur hanya untuk masyarakat yang membutuhkan hunian.
"Memang perlu dicari cara karena sampai terjadi keterlambatan atau macet, maka masalah bagi perbankan. Maka dari pihak perbankan sendiri yang harus selektif dalam menyalurkan, seperti kepada masyarakat yang belum punya rumah atau pembatasan yang lain, supaya kredit itu produktif. Selain itu, bunga kredit yang terlalu tinggi juga akan memberatkan peminjam sehingga berisiko dikemudian hari," tuturnya.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya