Benahi Pengelolaan Utang agar Tidak Terjebak Spiral Utang
Faisal Basri Ekonom senior - Membayar utang pun kita harus berutang. Membayar bunga utang harus memang berutang, karena primary balance-nya minus.
JAKARTA - Pemerintah kembali menghadapi defisit keseimbangan primer (primary balance) yang akan memaksa negara terus berutang untuk membayar bunga utang. Ekonom senior, Faisal Basri, dalam diskusi yang diadakan Bright Institute bertema "Reviu RAPBN 2025 Ngegas Utang!" di Jakarta baru-baru ini, mengatakan pengelolaan anggaran pemerintah tidak menunjukkan perubahan paradigma dari tahun ke tahun sehingga mengakibatkan beban bunga utang yang semakin meningkat.
"Primary balance kita selalu merah, kecuali tahun 2023. Untuk itu, membayar utang pun kita harus berutang. Membayar bunga utang harus memang berutang, karena primary balance- nya minus," kata Faisal. Dalam kesempatan itu, Faisal menyampaikan primary balance Indonesia terus mengalami defisit, kecuali pada tahun 2023. Kondisi rupiah itu melanjutkan tren defisit yang sudah berlangsung lama. Sejak 2014, primary balance Indonesia sudah menunjukkan tren yang memburuk.
Pada 2020, defisit mencapai titik terendah sebesar 633,6 triliun rupiah, diikuti oleh defisit besar lainnya pada 2021 yang mencapai 431,6 triliun rupiah. Meskipun ada sedikit perbaikan pada 2023 dengan surplus tipis 2,6 triliun rupiah, namun kondisi ini tidak bertahan lama karena pada 2024 dan 2025 kembali diproyeksikan defisit, masing-masing 110,8 triliun dan 63,3 triliun rupiah.
Sebagai informasi, keseimbangan primer adalah indikator penting dalam pengelolaan fiskal yang menunjukkan perbedaan antara pendapatan pemerintah dengan pengeluaran sebelum pembayaran bunga utang. Ketika keseimbangan primer menunjukkan defisit, artinya negara harus mengambil utang baru hanya untuk membayar bunga dari utang sebelumnya.
Cari Tambahan
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya