Australia Bakal Denda Perusahaan Media Sosial $32 Juta Jika Gagal Lindungi Anak-anak
Undang-undang tersebut akan memaksa perusahaan media sosial mengambil langkah mencegah anak-anak mengakses platform seperti X, TikTok, Facebook, dan Instagram.
Foto: Rfi/AFPSYDNEY - Perusahaan media sosial bisa didenda hingga 50 juta dollar Australia atau 32,5 juta dollar AS jika gagal menjauhkan anak-anak dari platform mereka, berdasarkan undang-undang baru yang diajukan ke parlemen Australia pada hari Kamis (21/11).
Undang-undang tersebut akan memaksa perusahaan media sosial untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah mereka yang berusia di bawah 16 tahun mengakses platform seperti X, TikTok, Facebook, dan Instagram.
Gagal melakukannya akan berarti denda hingga 50 juta dollar Australia (Rp519 miliar).
Australia merupakan salah satu negara pelopor yang berupaya membersihkan media sosial, dan batasan usia yang diusulkan akan menjadi salah satu tindakan paling ketat di dunia yang ditujukan terhadap anak-anak.
Rincian tentang bagaimana perusahaan media sosial diharapkan mematuhi larangan tersebut masih belum jelas.
Undang-undang yang diusulkan juga akan mencakup ketentuan privasi yang kuat yang mengharuskan platform teknologi untuk menghapus informasi verifikasi usia apa pun yang dikumpulkan.
Menteri Komunikasi Australia Michelle Rowland mengatakan pada hari Kamis, perusahaan media sosial memiliki tanggung jawab atas "keselamatan dan kesehatan mental" warga Australia.
"Undang-undang tersebut menempatkan tanggung jawab pada platform media sosial, bukan orang tua atau anak-anak, untuk memastikan adanya perlindungan," katanya.
Beberapa perusahaan akan diberikan pengecualian dari larangan tersebut, seperti YouTube, yang mungkin diperlukan remaja untuk pekerjaan sekolah atau alasan lainnya.
Rowland mengatakan bahwa layanan pesan, seperti WhatsApp dan online games juga akan dikecualikan.
Pernah dirayakan sebagai sarana untuk tetap terhubung dan mendapatkan informasi, platform media sosial telah ternoda oleh perundungan siber, penyebaran konten ilegal, dan klaim campur tangan pemilu.
Jika rancangan undang-undang itu disahkan, platform teknologi akan diberikan masa tenggang satu tahun untuk memikirkan cara menerapkan dan menegakkan larangan tersebut.
Perusahaan media sosial mengatakan akan mematuhi undang-undang baru tetapi memperingatkan pemerintah agar tidak bertindak terlalu cepat dan tanpa konsultasi yang memadai.
Para analis juga menyatakan keraguannya mengenai apakah secara teknis layak untuk menegakkan larangan usia yang ketat.
Katie Maskiell dari UNICEF Australia mengatakan pada hari Kamis bahwa RUU tersebut tidak akan menjadi "solusi untuk semua" dalam melindungi anak-anak dan masih banyak yang perlu dilakukan.
Ia menambahkan undang-undang tersebut berisiko mendorong kaum muda ke "ruang daring yang rahasia dan tidak diatur".
Beberapa negara lain telah memperketat akses anak-anak ke platform media sosial.
Spanyol pada bulan Juni meloloskan undang-undang yang melarang akses media sosial bagi mereka yang berusia di bawah 16 tahun.
Negara bagian Florida, AS, anak-anak di bawah 14 tahun akan dilarang membuka akun media sosial berdasarkan undang-undang baru yang akan mulai berlaku pada bulan Januari.
Dalam kedua kasus, metode verifikasi usia belum ditentukan.
Berita Trending
- 1 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 2 Kampanye Akbar Pramono-Rano Bakal Diramaikan Para Mantan Gubernur DKI
- 3 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
- 4 Desk Pilkada Banyak Terima Aduan dari Yogyakarta dan NTT
- 5 Sekjen PBB Desak G20 Selamatkan Perundingan Iklim yang Macet