Jum'at, 24 Jan 2025, 16:40 WIB

Asa masyarakat Pulau Pari menjaga mangrove untuk masa depan

Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3) Mustaghfirin menunjuk areal pembangunan yang disegel oleh KLH karena mengeruk pasir dan mengakibatkan kerusakan mangrove, terumbu karang dan padang lamun di Pulau Biawak, bagian gugusan Pulau Pari di Kepulauan Seribu,

Foto: ANTARA/Prisca Triferna

Jakarta -- Rimbunnya mangrove di pesisir gugusan Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Jakarta, sudah menjadi sahabat bagi Mustaghfirin dan warga lain di daerah itu. Beberapa ekosistem mangrove bahkan sudah tumbuh dan hidup di pulau tersebut jauh sebelum dia lahir. Hutan mangrove telah melindunginya dari abrasi dan terjangan ombak.

Menyadari betul peran mangrove untuk masyarakat pulau, Mustaghfirin bersama warga kemudian melakukan penanaman mangrove secara swadaya di gugusan Pulau Pari, yang terdiri dari Pulau Tikus, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, Pulau Burung, Pulau Biawak serta Pulau Pari yang terbesar.

"Kalau di Pulau Pari, banyak wilayah yang terkena abrasi. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi, meskipun jangkanya bakal panjang untuk pertumbuhan, salah satu penahan abrasi adalah mangrove. Kita berupaya untuk itu, karena memang mangrove daya tahannya juga kuat, meskipun perkembangan agak lama," kata Mustaghfirin  yang juga Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3).

Pria berusia 52 tahun itu menjelaskan upaya swadaya masyarakat ditambah dengan keterlibatan pengunjung yang memadati kawasan pantai di Pulau Pari setiap periode liburan, berhasil menanam puluhan ribu pohon mangrove,  termasuk 40 ribu pohon di dekat Pulau Biawak  yang berhasil tumbuh subur dalam tiga tahun terakhir.

Namun, kini mereka menghadapi kenyataan pahit setelah pada 17 Januari lalu aktivitas pengerukan pasir untuk pembangunan di wilayah tersebut menghancurkan 40 ribu pohon yang sudah mereka tanam di lahan seluas 1,37 hektare. Tidak hanya mangrove, pengerukan di laut dangkal juga menghancurkan terumbu karang dan padang lamun seluas 62 meter persegi.

Aktivitas pembangunan itu sebelumnya sudah menimbulkan protes warga, jauh sebelum masyarakat menemukan mangrove yang mereka tanam di dekat Pulau Biawak hilang pada Januari ini. Masyarakat bahkan sudah melakukan penghadangan alat berat sejak November lalu.

Langkah itu dilakukan karena masyarakat di Pulau Pari, yang tercatat mencapai 3.806 jiwa pada 2022, sudah pernah merasakan dampak langsung dari kerusakan mangrove.

Rob, atau banjir pesisir, menjadi pengalaman yang semakin sering dihadapi oleh masyarakat Pulau Pari sejak terjadi kerusakan mangrove dalam belasan tahun terakhir.  Puncaknya terjadi pada tahun lalu ketika terjadi banjir rob setinggi lutut orang dewasa.

Rob yang terjadi pada Desember tahun lalu bahkan menggenangi Pantai Pasir Perawan, salah satu titik favorit wisatawan di wilayah itu.

Sebagai penghuni pulau, masyarakat terus berupaya melakukan pencegahan dan menekan rob serta abrasi terus menjadi. Kerusakan mangrove yang mereka tanam sebagai upaya mitigasi, ditambah dengan dampak perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan permukaan air laut, menambah kekhawatiran warga yang ingin terus hidup di wilayah itu.

Kekhawatiran yang sama dihadapi Asmania, warga asli Pulau Pari sekaligus Ketua Kelompok Perempuan Pulau Pari. Tidak hanya dampak lingkungan, rusaknya mangrove bersama terumbu karang dan padang lamun di wilayah itu berpengaruh terhadap kondisi ekonomi warga.

Ekosistem mangrove dan lamun menjadi tempat warga untuk mencari kerang dan menjaring ikan, bahkan mengambil rumput laut untuk diproduksi. Kerusakan ekosistem itu membuat warga tidak dapat menjaring ikan lagi, dan jika pasir terus dikeruk maka jumlah ikan yang berada di dekat Pulau Pari akan semakin berkurang.

Asmania yang merupakan generasi ketujuh dari keluarga yang tinggal di Pulau Pari, akses masyarakat terpengaruh dengan pembangunan di wilayah tersebut bersamaan dengan ruang hidup yang banyak hilang.

Kondisi tersebut jika dibiarkan terus, maka akan menciptakan beban untuk masyarakat sekitar yang sudah beberapa generasi mendiami Pulau Pari. Mereka selama ini hidup berdampingan dengan hutan mangrove dan ekosistermnya, tanpa melakukan eksploitasi berlebihan untuk lingkungannya.

Untuk itu,  dia dan juga warga Pulau Pari terus mendorong keterlibatan pemerintah guna menanggulangi itu. Masyarakat ingin mewujudkan asa dapat memiliki mangrove dan terumbu karang sehat serta laut yang bersih untuk masa depan anak cucu mereka.

Langkah tegas pemerintah

Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun di ugusan Pulau Pari tersebut tidak luput dari perhatian pemerintah. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq melakukan inspeksi dan memastikan penyegelan aktivitas pengerukan pada 23 Januari lalu.

Menteri LH Hanif mengatakan pengerukan pasir laut di Pulau Pari itu sendiri merupakan tindakan ilegal dan berdampak pada ekosistem laut serta menimbulkan pengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi.  Deputi Bidang Penegakan Lingkungan Hidup (Gakkum LH) ditugaskan untuk melakukan pengumpulan data dan informasi di lokasi pada 21-23 Januari 2025.

Sejauh ini, Kementerian LH menemukan aktivitas pengerukan tersebut diduga dilakukan untuk reklamasi resor wisata tanpa dilengkapi dokumen Perizinan Berusaha, Persetujuan Lingkungan, Dokumen Lingkungan, maupun Persetujuan Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada dasarnya kewenangan penerbitan izin dan pengawasannya adalah kewenangan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

Namun, berdasarkan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri Lingkungan Hidup memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan dalam hal telah terjadi pelanggaran yang serius di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Deputi Gakkum LH Rizal Irawan menegaskan bahwa pembangunan tanpa izin merupakan perbuatan ilegal dan sangat berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, karena tidak ada pedoman yang menjadi acuan yaitu dokumen lingkungan.

Penyegelan yang dilakukan pada 23 Januari 2025 bertujuan untuk mencegah potensi kerusakan lingkungan yang lebih besar. Langkah lanjutannya,  dilakukan koordinasi antara Kementerian LH dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kementerian/lembaga terkait mengenai kegiatan di wilayah tersebut.

Kementerian LH memastikan akan terus memantau perkembangan dari kasus tersebut dan menegakkan langkah hukum sesuai dengan ketentuan yang ada. Kementerian juga sudah melibatkan ahli untuk mendalami dampaknya kepada lingkungan dan potensi besarnya kerugian lingkungan, sosial serta ekonomi yang ditimbulkan.

Dengan upaya sungguh-sungguh, maka harapan masyarakat di Pulau Pari dan sekitarnya untuk menikmati lingkungan yang lestari dapat terwujud. Mereka dapat terus hidup di pulau itu sambil menjaga mangrove, terumbu karang dan padang lamun yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka turun-temurun.

Redaktur: -

Penulis: Antara, Sujar

Tag Terkait:

Bagikan: