Manila: Misil Typhon AS akan Tetap di Filipina
Tentara AS sedang menyaksikan tentara Filipina berlatih cara mengoperasikan sistem peluncur misil HIMARS selama latihan militer bersama antara AS dan Filipina di Laur, Nueva Ecija, pada Agustus lalu.
Foto: AFP/JAM STA ROSAMANILA – Sistem peluncur Typhon milik militer Amerika Serikat (AS) yang dapat menembakkan misil multiguna hingga ribuan kilometer, akan tetap berada di Filipina untuk sementara waktu, kata penasihat keamanan nasional Presiden Ferdinand Marcos Jr pada Jumat (24/1).
Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo Ano, mengatakan kepada wartawan bahwa peluncur itu akan tetap berada di pantai Filipina untuk saat ini, sehari setelah muncul kabar akan dipindahkan ke lokasi baru di Pulau Luzon dari lapangan udara Laoag di utara.
Militer Filipina secara terpisah mengatakan pada Jumat bahwa pengerahan peluncur dengan kemampuan jarak menengah sejalan dengan hubungan pertahanan jangka panjang Washington DC dengan Manila.
"Tujuan utama pengerahan ini adalah untuk memperkuat kesiapan militer Filipina, meningkatkan pengenalan dan interoperabilitas kita dengan sistem persenjataan canggih, dan mendukung keamanan regional," kata juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina, Francel Margareth Padilla, dalam sebuah pernyataan.
Keberadaan sistem persenjataan itu di wilayah Filipina menuai teguran keras dari Tiongkok saat pertama kali dikerahkan pada April 2024 selama latihan militer gabungan. Beijing pada Kamis (23/1) menuduh Filipina telah menciptakan ketegangan dan konfrontasi di wilayah tersebut, dan mendesak untuk memperbaiki praktiknya yang salah.
Sekutu perjanjian AS dan Filipina berkoordinasi erat dalam semua aspek penempatan sistem peluncur misil Typhon, termasuk posisinya," kata Padilla.
Peluncur Typhon dapat menembakkan misil multiguna hingga ribuan kilometer seperti misil jelajah Tomahawk, yang mampu mengenai sasaran di Tiongkok dan Russia dari Filipina. Sementara misil SM-6 yang dibawanya dapat menyerang sasaran udara atau laut sejauh lebih dari 200 kilometer.
"Pengaturan ini mencerminkan pertimbangan operasional bersama dan konsultasi bersama antara kedua negara," ungkap Padilla.
Gugat Tiongkok
Sementara itu pada Kamis (23/1) Filipina dilaporkan akan segera memutuskan platform internasional untuk menggugat Tiongkok atas dugaan kerusakan lingkungan laut. Hal itu dikemukakan oleh menteri kehakiman Filipina, saat negara itu mengajukan gugatan hukum tingkat tinggi kedua terhadap Beijing atas Laut Tiongkok Selatan (LTS).
Filipina memenangkan kasus penting di Pengadilan Arbitrase Tetap pada 2016 yang menyatakan bahwa klaim kedaulatan Tiongkok yang luas di LTS tidak memiliki dasar hukum internasional.
Filipina kini ingin meminta pertanggungjawaban Beijing atas apa yang disebutnya sebagai pemanenan kerang raksasa dan kerusakan lingkungan yang besar pada terumbu karang di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina.
"Kami sedang berdiskusi dan keputusan harus segera diambil," kata Menteri Kehakiman Filipina, Crispin Remulla, merujuk pada forum hukum tempat mengajukan kasus tersebut. "Pada akhirnya, ini adalah cara terbaik untuk menyerang. Ada banyak cara untuk memecahkan masalah, tetapi ini adalah salah satu cara yang paling baru," imbuh dia.
Pada kasus arbitrase tahun 2016, Tiongkok murka dan menolak untuk mengakuinya, malah menggandakan upayanya untuk menegaskan klaim kedaulatannya dengan mengerahkan armada penjaga pantai dan milisi penangkap ikan, ratusan kilometer dari daratan utamanya.
Sengketa lingkungan ini telah menjadi titik api lain dalam pertikaian teritorial jangka panjang antara Tiongkok dan Filipina, yang telah menyaksikan konfrontasi berulang-ulang antara kapal-kapal atas fitur-fitur yang disengketakan di ZEE Manila, termasuk di Scarborough Shoal, Second Thomas Shoal, dan Sabina Shoal.
Filipina menuduh bahwa aktivitas Tiongkok seperti pengerukan, pengambilan karang, dan pembangunan pulau buatan, telah menyebabkan kerusakan yang signifikan dan tidak dapat dipulihkan pada terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut. Sebaliknya Tiongkok menuduh Filipina menyebabkan kerusakan di Second Thomas Shoal dengan sengaja mengkandaskan kapal perang di sana pada tahun 1999. ST/I-1
Berita Trending
- 1 Jangan Lupa Nonton, Film "Perayaan Mati Rasa" Kedepankan Pesan Tentang Cinta Keluarga
- 2 Trump Mulai Tangkapi Ratusan Imigran Ilegal
- 3 Menkes Tegaskan Masyarakat Non-peserta BPJS Kesehatan Tetap Bisa Ikut PKG
- 4 Ketua Majelis Rektor: Rencana Kampus Kelola Tambang Jangan Jadi Masalah Baru
- 5 Berpotensi Kembali Terkoreksi Jelang Akhir Pekan