
APBN Defisit Rp31,2 Triliun, Pajak Anjlok 41,8%, Rasio Utang Bengkak 43,5%, Rupiah Terkulai dan Saham Berguguran. Apakah Sinyal Krisis?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan laporan APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) tahun anggaran 2025 di Jakarta, Kamis (13/3)
Foto: AntaraJAKARTA- Perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja. Sejumlah indikator ekonomi mengkhawatirkan, mulai dari defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak awal tahun hingga Februari 2025 yang mencapai 31,2 triliun rupiah atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), karena penerimaan pajak anjlok 41,8 persen.
Hal itu juga menyebabkan rasio utang membengkak menjadi 43,5 persen, sehingga rupiah terkulai loyo tak berdaya ditambah bursa saham berguguran. Kondisi tersebut menimbulkan berbagai spekulasi apakah kondisi tersebut sebagai sinyal perekonomian nasional diambang krisis.
Pengamat ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai defisit sejak awal tahun sebagai sinyal bahwa tahun fiskal 2025 tidak bisa disikapi dengan biasa. Ketahanan fiskal Indonesia yang terjaga dalam dua tahun terakhir, kini dianggap berada pada persimpangan jalan antara keberlanjutan fiskal dan potensi krisis defisit.
Seiring dengan kondisi tersebut, Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengaku khawatir defisit anggaran tahun ini bisa melebar dari target yang ditetapkan, bahkan melampaui 3 persen batas maksimal yang ditetapkan dalam undang-undang.
Selain defisit, Nailul juga menaruh perhatian pada penerimaan pajak yang “rapornya merah”. Dari data APBN Januari, penerimaan pajak turun drastis hingga 41,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), dengan realisasi 88,89 triliun rupiah dibanding Januari tahun lalu yang mencapai 152,89 triliun rupiah.
Huda berpendapat, ada dua alasan yang memicu turunnya penerimaan pajak secara signifikan yaitu pengembalian lebih bayar (restitusi) pajak pertambahan nilai (PPN) tahun 2024 dan kendala implementasi sistem Coretax.
Dalam konferensi pers APBN KiTa, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu yang bertugas menyampaikan laporan penerimaan negara sama sekali tak menyinggung Coretax ketika menyebutkan kendala penyerapan pajak.
Menurut Anggito, faktor pemicu melambatnya setoran pajak pada awal 2025 adalah penurunan harga komoditas dan efek kebijakan administratif.
Pada Januari-Februari, sejumlah komoditas utama mengalami penurunan harga, di antaranya batu bara yang terkoreksi 11,8 persen, minyak brent minus 5,2 persen, dan nikel yang terkoreksi 5,9 persen.
Dari segi kebijakan administratif, sistem tarif efektif rata-rata (TER) yang diterapkan sejak Januari 2024 menimbulkan lebih bayar senilai 16,5 triliun rupiah, yang perlu dikembalikan pada Januari dan Februari 2025. Di sisi lain, relaksasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) juga disebut menjadi faktor penyebab.
Meski bergerak melambat, Anggito meyakinkan bahwa tidak ada anomali dalam kinerja penerimaan pajak. Setidaknya dalam progres hingga Februari, penerimaan pajak mulai bergerak lebih kencang dengan realisasi 187,7 triliun rupiah.
Angka itu sebetulnya turun sekitar 30,19 persen dari realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar 269,02 triliun rupiah. Tetapi, kata Anggito, perlambatan pada Januari dan Februari merupakan tren musiman tiap tahun.
Dia pun memilih untuk membandingkan data penerimaan Desember, Januari, dan Februari. Hal itu untuk membuktikan tren perlambatan pada dua bulan pertama tahun setelah mengalami peningkatan transaksi pada Desember berkat periode Natal dan tahun baru.
Dari data rata-rata penerimaan di tiga bulan itu, kinerja Desember 2024 hingga Februari 2025 masih lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya. Data itu yang ia sebut sebagai data yang normal.
Kementerian Keuangan akhirnya mengumumkan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) KiTa (Kinerja dan Fakta) tahun anggaran 2025.
Sebelumnya, instansi bendahara negara ini menjadi sorotan lantaran tak kunjung mempublikasikan laporan APBN. Kementerian Keuangan biasanya bakal menggelar konferensi pers APBN KiTa dalam dua sampai tiga minggu setelah tutup buku bulan fiskal.
Akan tetapi, tak ada kabar kinerja APBN pada Januari 2025 hingga pertengahan Maret 2025. Penundaan itu cukup menimbulkan tanda tanya terkait transparansi pengelolaan keuangan negara pada Pemerintahan sekarang ini.
Beberapa kali dikonfirmasi, pihak Kementerian Keuangan menyatakan penundaan pengumuman itu imbas padatnya agenda kenegaraan. Hingga akhirnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan sendiri alasan pihaknya ‘sengaja’ memundurkan konferensi pers APBN.
“Kami menunggu data stabil agar tidak ada misinterpretasi,” katanya dalam konferensi pers, Kamis(13/2).
Rekor Defisit
Salah satu sorotan utama dalam kinerja APBN per 28 Februari 2025 adalah rekor defisit sejak awal tahun. APBN mengalami defisit sebesar 31,2 triliun rupiah per akhir Februari, atau 0,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Rekor itu cukup menjadi anomali mengingat umumnya APBN mencatatkan surplus pada beberapa bulan pertama tahun fiskal. Terakhir kali APBN mencetak defisit pada awal tahun terjadi pada Januari 2021, dengan defisit 0,27 persen. Namun, mengingat periode itu merupakan fase awal kemunculan Covid-19, defisit anggaran bisa dipahami.
Sementara tahun ini, APBN dibuka dengan defisit 0,10 persen PDB pada Januari dengan nilai minus 23,45 triliun rupiah, dan defisitnya terus berlanjut pada Februari.
Sri Mulyani dalam konferensi pers memastikan defisit itu masih dalam koridor target yang telah ditetapkan. Angka 0,13 persen masih jauh dari target defisit 2,53 persen PDB atau 616,19 triliun rupiah pada APBN 2025.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Vitto Budi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cuan Ekonomi Digital Besar, Setoran Pajak Tembus Rp1,22 Triliun per Februari
- 2 Warga Jakarta Wajib Tau, Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja
- 3 Mantap, Warga Jakarta Kini Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja tanpa Harus Nunggu Hari Ulang Tahun
- 4 Mourinho Percaya Diri, Incar Kebangkitan Fenerbahce di Liga Europa Lawan Rangers
- 5 Kemdiktisaintek Luncurkan Hibah Penelitian Transisi Energi Indonesia-Australia
Berita Terkini
-
Genoa Kembali ke Jalur Kemenangan Setelah Pukul Lecce 2-1
-
Moratorium Dicabut, Indonesia-Arab akan Sepakati Kerja Sama Pengiriman Pekerja Migran
-
Cuaca Akhir Pekan, Mayoritas Kota Diguyur Hujan, Sejumlah Daerah Berawan Tebal
-
Mau Tidur Nyaman dan Berkualitas? Simak Tips dari Dokter THT Ini!
-
Marc Marquez Tercepat dalam Latihan Pertama MotoGP Argentina