Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 15 Okt 2024, 23:35 WIB

Alih Fungsi Lahan Harus Dihentikan

Alih Fungsi Lahan

Foto: ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO

JAKARTA - Pemerintah perlu menekan laju alih fungsi lahan yang masih terus berjalan lantaran dampaknya kian terasa, terutama terhadap produktivitas pangan. Penyusutan luas panen menjadi pemicu utama penurunan produksi beras pada 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional pada 2024 turun. Produksi beras tahun ini diperkirakan mencapai 760 ribu ton atau 2,43 persen dibandingkan pada 2023 (yoy).

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menuturkan produksi beras pada konsumsi pangan penduduk pada tahun 2024 mencapai 30,34 juta ton atau turun sebesar 0,76 juta ton dibandingkan tahun lalu. Penurunan produksi ini sejalan dengan semakin menyusutnya luas panen dan produksi gabah nasional. "Luas panen padi pada 2024 diperkirakan mencapai 10,05 juta hektare (ha) atau turun sebesar 0,17 juta hektare dibanding tahun lalu," ungkapnya dalam Konferensi persnya di Jakarta, Selasa (15/10).

Dia menjelaskan penyumbang penurunan luas panen pada 2024 akibat penyusutan hasil pada musim panen padi. Subround I (musim) terjadi penurunan penurunan sebesar 0,64 juta ha dibandingkan periode yang sama dibandingkan tahun lalu.

Alhasil, lahan panen padi menjadi 3,57 juta ha dari 4,21 juta ha pada periode sama. "Kenapa ini penurun luas panen menurun karena merupakan dampak dari fenomena El Nino yang menyebabkan mundurnya musim tanam," paparnya Meski begitu, pada subround II (Mei-Agustus 2024) diperkirakan ada peningkatan lahan panen padi sebesar 0,10 juta ha. Hal serupa juga terjadi pada subround III (September-Desember) yang berpotensi naik sebesar 0,38 juta hektare. Sejalan dengan itu, produksi padi pada 2024 diperkirakan mencapai 52,66 juta ton gabah kering giling (GKG) atau turun sebesar 1,32 juta ton GKG.

Dampaknya Terasa

Secara terpisah, Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengingatkan pemerintah lebih berhati-hati seiring terus meningkatnya laju alih fungsi lahan pertanian, sebab dampaknya sudah terasa yakni penurunan produksi.

Dia mencontohkan kasus konversi sawah untuk pengembangan kawasan permukiman hanya menguntungkan kelompok tertentu. Alih fungsi lahan jelas menunjukkan lemahnya penegakan aturan atau regulasi dan pengawasan dalam tata ruang wilayah. Meskipun sudah ada kebijakan tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, yakni peraturan pemerintah No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diturunkan dalam Keputusan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian No 14/kpts/ SR.020/B/01/2022 tentang Petunjuk Teknis Rekomendasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

"Kebijakan ini sering kali lemah implementasinya dan mudah ditembus oleh pengembang," tandasnya. Bahkan, pembebasan lahan sering merugikan rakyat (dalam tekanan ekonomi). Petani dipaksa menjual lahannya dengan harga rendah.

"Menghentikan alih fungsi lahan sawah secara masif seperti di PIK bukan hanya soal penegakan regulasi, tetapi juga merevitalisasi ekonomi perdesaan dan pendekatan inisiatif bagi petani agar lahan sawah tetap produktif," tandas Badiul. Sementara itu, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, menegaskan dari berbagai tantangan selama ini seperti tekanan geopolitik dan perubahan iklim, ketahanan pangan kita belum kuat dan sangat riskan.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.