PMI ke Arab Dibuka Kembali: Keuntungan atau Ancaman?
- Pekerja Migran
JAKARTA - Pemerintah boleh saja mengejar manfaat ekonomi dari pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Sebab, tahun ini devisa yang diperoleh dari pengiriman PMI mencapai 436 triliun rupiah, jauh lebih tinggi dari 2024 sebesar 251 triliun rupiah.

Ket. Deportasi PMI I Pekerja Migran Indonesia (PMI) berjalan saat tiba di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno- Hatta, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (15/3).
Doc: ANTARA/Putra M. Akbar
Namun, faktanya masih banyak masalah terkait eksploitasi tenaga kerja Indonesia yang belum terselesaikan di Arab. Tak hanya itu, kasus perdagangan orang (TPPO) juga masih rawan terjadi.
Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina mempertanyakan kebijakan pemerintah yang membuka kembali moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Menurutnya, kebijakan tersebut harus ditinjau ulang mengingat masih banyaknya kasus lama yang belum diselesaikan oleh pemerintah Arab Saudi terhadap pekerja migran Indonesia di sana.
"Pemerintah jangan sampai membuka moratorium tetapi kita tidak me-review permasalahan lama yang dilakukan pemerintahan Arab Saudi terhadap pekerja migran kita," kata Arzeti Bilbina dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (25/3).
Arzeti meminta pemerintah tetap mempertahankan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi, khususnya untuk sektor domestik. "Masih banyak PR lama yang belum dijalankan pemerintah Arab Saudi dengan berbagai macam kasus dari pekerja migran kita di sana. Sekarang kenapa tiba-tiba dibuka kembali?” tuturnya.
Seperti diketahui, moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi diberlakukan sejak 2015 karena banyaknya kasus pelanggaran hak dan perlakuan buruk terhadap pekerja migran Indonesia, seperti perbudakan, kekerasan fisik dan seksual, bahkan ancaman hukuman mati.
Namun, dengan adanya janji dari pemerintah Arab Saudi untuk memberikan perlindungan yang lebih baik, Presiden Prabowo Subianto merestui pencabutan moratorium tersebut. Pemerintah rencananya akan segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Arab Saudi terkait kesepakatan ini. Pada tahap awal pemberangkatan PMI ke Arab Saudi akan dimulai pada Juni 2025.
Anda mungkin tertarik:
Meski telah ada evaluasi terhadap Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang diklaim lebih aman, Arzeti mengingatkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran terkait PMI harus tetap menjadi perhatian dan tidak boleh diabaikan.
Arzeti mengatakan ada beberapa kasus PMI di Arab Saudi selama ini yang menjadi perhatian serius. Pemerintah diminta menjadikan hal tersebut sebagai pertimbangan agar tidak mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.
Karenanya, Arzeti mendesak pemerintah melakukan sejumlah hal sebelum membuka kembali moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Hal yang paling utama adalah agar pemerintah memastikan Arab Saudi menyelesaikan seluruh kasus-kasus PMl yang bermasalah secara transparan dan adil.
Di sisi lain, Arzeti menegaskan perlindungan terhadap PMI juga sangat penting untuk melindungi masyarakat Indonesia dari modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mengingat banyak WNI yang menjadi korban TPPO, khususnya yang terkait dengan jaringan scam di Myanmar dan Thailand di mana mereka berangkat secara ilegal.
Seperti diketahui, Kemen P2MI menargetkan pengiriman 425 ribu pekerja migran Indonesia (PMI, dulu bernama Tenaga Kerja Indonesia/TKI) ke luar negeri pada 2025. Dari jumlah tersebut, diperkirakan sumbangan devisa yang didapat mencapai 436 triliun rupiah di tahun ini.
Target pengiriman PMI dan devisa ini lebih tinggi dibandingkan realisasi pada 2024 yang berhasil mengirimkan 297.414 pekerja migran ke luar negeri, dan memberikan pemasukan devisa ke negara sebesar 251 triliun rupiah di tahun ini.
Terima Protes
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding dalam kesempatan lain mengaku menerima protes sejumlah pihak terkait pembukaan moratorium penempatan pekerja migran ke ke Arab Saudi. KemenP2MI, tegas Karding, tak hanya bertanggungjawab terhadap penempatan, tapi juga fokus pada pelindungan pekerja migran.
“Maka yang paling utama menjadi fokus kami adalah pelindungan. Tetapi bukan berarti karena pelindungan ini yang utama, maka kita tidak boleh menempatkan orang ke mana-mana karena ketakutan masa lalu,” kata Menteri Karding.