Koran-jakarta.com || Rabu, 31 Jan 2024, 00:02 WIB

Penegakan Hukum Harus Tegas terhadap Perilaku Koruptif

  • Pemberantasan Korupsi
  • Penegakan Hukum
  • Kinerja Pemerintah

JAKARTA - Indonesia perlu belajar dari Singapura dengan mencermati kunci sukses negara ini dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Penegakan hukum yang tegas terhadap perilaku koruptif di Singapura sangat jelas. Singapura memiliki sistem hukum yang kuat dan tidak pandang bulu dalam menindak kasus korupsi.

Penegakan Hukum Harus Tegas terhadap Perilaku Koruptif

Ket.

Doc: Sumber: Transparency International - KJ/ONES Penegakan Hukum Harus Tegas terhadap Perilaku Koruptif

"Hal ini terbukti dengan penangkapan dan penuntutan terhadap pejabat tinggi, termasuk menteri, yang terlibat dalam kasus korupsi," kata ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko kepada Koran Jakarta, Selasa (30/1).

Aditya mengatakan Singapura memiliki sistem anti-korupsi yang komprehensif. Singapura memiliki berbagai lembaga dan undang-undang yang fokus pada pemberantasan korupsi, seperti Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) dan Prevention of Corruption Act (PCA).

"Yang terpenting budaya integritas. Budaya ini penting sekali karena bergerak dari bawah. Masyarakat Singapura memiliki budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan kejujuran. Hal ini ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan kampanye anti-korupsi," jelas Aditya.

Meniru Singapura dalam memerangi korupsi bukan hal yang mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, menurut Aditya, Indonesia dapat mewujudkan sistem yang bersih dan berintegritas.

Pemerintahan Bersih

Pengamat politik sekaligus Wakil Rektor Tiga Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam mengatakan syarat utama untuk membangun iklim bebas korupsi adalah ketegasan pemerintah dan aparat dalam menjalankan pemerintahan bersih dan transparan, serta adanya penegakan hukum yang adil.

"Yang pasti prinsip clean and good goverment dengan segala transparansi harus diterapkan. Penegakan hukum harus berjalan tanpa pandang bulu karena publik dan investor sangat berharap aparat menunjukkan kinerja dalam menuntaskan berbagai dugaan kasus-kasus besar," kata Surokim.

Sikap tegas dalam menegakkan hukum ini, tambah Surokim, penting diwujudkan untuk memulihkan trust publik yang diyakini berpengaruh terhadap non fundamental ekonomi yang signifikan. Jika hukum sudah sudah tegak, otomatis akan menimbulkan efek jera, menjadi pembelajaran berharga bagi setiap aparatur negara agar tidak menggunakan jabatannya untuk mencari kesempatan.

Aditya dan Surokim ini merespons yang disampaikan pengawas anti-korupsi global, Transparency International, Selasa (30/1). Transparency International merilis indeks negara dengan paling sedikit korupsi dan menempatkan Singapura dalam urutan kelima di dunia, dengan skor yang juga menempatkan republik ini sebagai negara yang paling sedikit korupsinya di Asia.

Dikutip dari The Straits Times, dalam laporan itu Singapura mendapat skor 83 dari kemungkinan 100 pada Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2023, dengan skala nol untuk sangat korup dan 100 untuk sangat bersih. Negara kota tersebut mencapai hasil yang sama pada tahun 2022.

Skor tertinggi yang tercatat adalah 87 pada tahun 2012, ketika metrik tersebut diubah oleh Transparency International. CPI menyurvei para ahli dan pelaku bisnis, dan memberikan skor pada 180 negara dan wilayah dengan skala 0 hingga 100 berdasarkan persepsi tingkat korupsi di sektor publik.

Denmark (dengan skor 90) menduduki puncak indeks keseluruhan tahun 2023, mempertahankan posisinya selama enam tahun berturut-turut, dan diikuti oleh Finlandia (87), Selandia Baru (85), dan Norwegia (84). Sedangkan Indonesia di posisi 115 dengan skor 34.

Tim Redaksi:
S
M

Like, Comment, or Share:

Tulisan Lainnya dari Selocahyo Basoeki Utomo S

Artikel Terkait