Cermati Partai Pengusung Koruptor
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan napi koruptor nyaleg telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Keputusan MA jelas mencederai perasaan keadilan rakyat Indonesia. MA seharusnya mendukung upaya menciptakan calon legislator (caleg) yang bersih dari korupsi. Namun, MA lebih mengedepankan ketaatan pada kalimat-kalimat hukum walau harus melukai harapan rakyat.

Ket.
Doc:
MA melihat huruf-huruf dalam peraturan hukum dengan mengesampingkan pemanfaatan bagi kebaikan kehidupan umat manusia Indonesia. Andai saja MA menggunakan kacamata nurani dalam melihat dan menafsirkan huruf-huruf hukum, tentu akan memihak suara rakyat. Masyarakat sebenarnya sangat berharap MA mendukung PKPU. Namun apa boleh buat, MA meninggalkan rakyat, demi taat pada huruf-huruf hukum.
Padahal tentu saja, MA terdiri dari para ahli yang mampu melihat bahwa hukum harus membuahkan keputusan yang bermanfaat bagi kebaikan kehidupan. Tapi, keputusan MA kali ini hanya menguntungkan eks napi koruptor alias demi segelintir mantan pencuri uang rakyat, keputusan itu dibuat. Keputusan telah dibuat (MA). Jadi, kini rakyat sendirilah yang harus menghukum caleg mantan napi koruptor. Caranya, jangan memilih mereka agar tak mengulangi kejahatan.
Yang tak kalah penting, rakyat harus mencermati partaipartai yang tetap mengusung para bekas koruptor tersebut. Rakyat harus menjauhi partai-partai yang menepis suarasuara rakyat yang mengharapkan tak ada caleg eks napi koruptor. Partai-partai yang tetap mengusung eks koruptor, berarti mengingkari "Pakta Integritas" yang telah mereka tanda tangani.
Lalu, apakah masih bisa diharapkan dari partai-partai yang telah menandatangani "Pakta Integritas", tetapi mengingkari? Isi "Pakta Integritas" mengatakan partai-partai tak akan mengusung eks napi koruptor sebagai caleg. Apa yang bisa diharapkan dari partai-partai yang dengan mudah menandatangani, tetapi lebih mudah lagi melanggar "Pakta Integritas" yang telah diteken?
Ada 10 partai di parlemen. Enam di antaranya, konsisten tetap berpegang pada "Pakta Integritas" tak mencalonkan eks napi koruptor sebagai caleg, walau MA mengizinkan. Partai yang mengingkari "Pakta Integritas" dengan tetap mengusung mantan napi koruptor sebagai caleg adalah Partai Gerindra dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Hati nurani masyarakat sebenarnya jelas menginginkan tidak ada eks koruptor di dalam legislatif. Hanura menjadi sungguh ironis. Namanya menggunakan "hati nurani rakyat", tapi menyingkirkan suara nurani rakyat.
Partai Golkar tetap mengangkat caleg eks napi koruptor untuk provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan Partai Demokrat, seperti biasa, sikapnya selalu ragu-ragu. Alasannya masih mau mempelajari dulu keputusan MA. Sebenarnya, kalau antikorupsi, Demokrat tak perlu mempelajari keputusan MA. Partai bentukan Susilo BY itu kalau antikorupsi bisa langsung membuang caleg eks napi koruptor, tak ada gunanya mempelajari keputusan MA.
Anda mungkin tertarik:
Sejauh ini PAN, PKB, PDI-P, PKS, PPP, dan Nasdem menyatakan akan konsisten menjalankan "Pakta Integritas" dengan tidak mengajukan caleg eks napi korupsi, meski MA membatalkan PKPU yang melarang pencalonan eks narapidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak nyaleg.
Itulah fakta yang dapat bahan menjadi permenungan rakyat. Masyarakat sudah dewasa dalam berpolitik dan bersikap. Mereka tentu akan memilih partai yang bersih dari calon-calon eks napi koruptor. Dengan kata lain, partai- partai yang tetap mencalonkan para eks napi koruptor haruslah dijauhi. Tidak ada untungnya memilih para mantan napi yang jelas-jelas telah merampas anggaran yang semestinya untuk menyejahterakan rakyat banyak. Para napi koruptor itu egois, mementingkan diri sendiri, dan raja tega terhadap rakyat lain. Jatah rakyat, mereka kantongi untuk dinikmati sendiri.