![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
WMO Sebut Suhu di Arktik Mencapai Rekor Terpanas pada 2020
Hutan di kawasan Arktik
Foto: JONATHAN NACKSTRAND/AFPJENEWA - Suhu di Arktik, wilayah di sekitar Kutub Utara Bumi, yang mencapai 38 derajat Celsius menyebabkan wilayah Siberia di Russia dilanda gelombang panas yang berkepanjangan pada tahun lalu. Gelombang panas yang berkepanjangan itu sebagai peringatan akan intensitas pemanasan global.
Salah satu organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu World Meteorologi Organization (WMO), pada Selasa (14/12), memastikan suhu tertinggi itu sebagai rekor tertinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Verkhoyansk, kota yang diterjang suhu terpanas pada 20 Juni 2020 itu, terletak 115 km arah utara dari Lingkar Arktik, wilayah yang menghangat lebih dari dua kali lipat dari rata-rata suhu global.
Suhu panas yang ekstrem itu menyulut kebakaran hutan dan tundra di sepanjang Russia bagian utara, bahkan menghanguskan lahan gambut yang biasanya tergenang air dan melepaskan emisi karbon dengan rekor terbanyak. "Sangat mungkin, suhu ekstrem yang lebih tinggi akan terjadi di wilayah Arktik di masa datang," kata WMO dalam pernyataan.
Rekor suhu di Arktik itu seperti dikutip dari Reuters menjadi salah satu fokus penyelidikan WMO tentang cuaca ekstrem ketika perubahan iklim melepaskan badai dan gelombang panas yang tak tertandingi.
Karena catatan tentang Arktik merupakan kategori baru, data tersebut perlu dibandingkan dengan catatan-catatan lain sebagai bagian dari proses verifikasi yang kuat dan melibatkan jaringan relawan.
Data tersebut kini dimasukkan secara resmi ke Arsip Cuaca dan Iklim Ekstrem Dunia atau semacam Rekor Dunia Guiness untuk cuaca yang juga mencakup batu hujan es terbesar dan kilatan petir terpanjang.
WMO sudah memiliki kategori untuk Antartika dan harus membuat kategori baru bagi Arktik setelah pencatatan rekor itu pada 2020, salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah tercatat.
Sebuah komite WMO juga memeriksa rekor terpanas lainnya, termasuk suhu di Death Valley, California, pada 2020, dan di Pulau Sisilia, Italia, tahun ini.
Batu Bara
Juru Kampanye iklim dan energi, GreenPeace, Didit Haryo Wicaksono, yang diminta pendapatnya mengatakan semua negara di dunia punya tanggung jawab yang sama untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk Indonesia.
Kenaikan suhu di Artik tentu tidak bisa lepas dari krisis iklim yang terjadi. Salah satu penyebab utamanya adalah pembakaran batu bara sebagai sumber energi.
Penggunaan energi kotor batu bara oleh banyak negara telah mengancam ekologis.
Oleh karena itu, cara paling mujarab mengurangi dampak tersebut adalah semua negara segera melakukan transisi energi ke energi terbarukan. "Negara yang masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energinya, termasuk Indonesia, harus berpindah ke energi bersih atau energi baru dan terbarukan (EBT)," pungkas Didit.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Inter Milan Bidik Puncak Klasemen Serie A
- 2 Di Forum Dunia, Presiden Prabowo Akui Tingkat Korupsi Indonesia Mengkhawatirkan
- 3 Polda Kalimantan Tengah Proses Oknum Polisi dalam Kasus Penipuan Pangkalan Gas Elpiji
- 4 India Incar Kesepakatan Penjualan Misil dengan Filipina Tahun Ini
- 5 Australia Tuduh Jet Tempur Tiongkok Lakukan Tindakan Tak Aman
Berita Terkini
-
ToT, AS akan Bantu Merancang Reaktor Nuklir untuk India
-
Kemenperin: Yakin Saja, Penggunaan Energi Ramah Lingkungan Jauh Lebih Hemat dibanding Fosil
-
Laudato Si’ di Indonesia: Menelusuri Akar Masalah Kerusakan Lingkungan dan Dampaknya Bagi Para Pengungsi
-
Drone Berhulu Ledak Hantam Pelindung Radiasi PLTN Chernobyl, Ukraina Tuding Russia
-
Presiden Targetkan 6 Juta Siswa Sudah Terima Program MBG Akhir Juli 2025