Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 11 Des 2024, 20:10 WIB

WHO: Kematian Akibat Malaria Turun ke Tingkat Sebelum Covid-19

WHO memperkirakan terdapat 263 juta kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2023.

Foto: Istimewa

JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) pada hari Rabu (11/12), mengatakan angka kematian akibat malaria telah turun kembali ke tingkat yang tercatat sebelum krisis Covid-19, tapi menyerukan kemajuan yang lebih cepat dalam melawan penyakit yang menewaskan hampir 597.000 orang pada tahun 2023.

Dikutip dari The Straits Times, dalam laporan terbarunya, WHO memperkirakan terdapat 263 juta kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2023, 11 juta lebih banyak dari tahun sebelumnya, sementara jumlah kematian relatif stabil.

"Namun dalam hal angka kematian, kita telah kembali ke angka sebelum pandemi,” kata Arnaud Le Menach, dari Program Malaria Global WHO, kepada wartawan.

Pada tahun 2020, gangguan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan tajam dalam kematian terkait malaria, dengan tambahan 55.000 kematian tercatat pada tahun itu.

Sejak saat itu, jumlah total kematian akibat malaria, yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan melalui nyamuk, secara bertahap menyusut, demikian pula tingkat mortalitas.

Sementara itu, angka kematian di Afrika pada tahun 2023 diperkirakan sebesar 52,4 kematian per 100.000 penduduk yang berisiko, namun masih lebih dari dua kali lipat tingkat target yang ditetapkan oleh strategi global untuk memerangi malaria hingga tahun 2030, kata WHO, seraya menegaskan bahwa "kemajuan harus dipercepat".

WHO menunjuk peluncuran vaksin malaria yang lebih luas sebagai perkembangan yang menjanjikan, yang diharapkan dapat menyelamatkan puluhan ribu jiwa muda setiap tahun.

Dua vaksin yang digunakan saat ini, RTS,S dan R21/Matrix-M, menjanjikan pengurangan beban yang signifikan di Afrika, yang menyumbang hingga 95 persen dari semua kematian akibat malaria.

Vaksin malaria pertama kali diperkenalkan pada bulan April 2019, pertama di Malawi, diikuti oleh Kenya dan Ghana. Hingga akhir tahun 2023, hampir dua juta anak di ketiga negara tersebut menerima suntikan vaksin RTS,S, kata WHO.

“Kami melihat di ketiga negara percontohan tersebut penurunan angka kematian sebesar 13 persen selama empat tahun program percontohan,” kata Mary Hamel, yang mengepalai tim vaksin malaria WHO.

WHO kini berharap melihat penurunan serupa di negara-negara lain yang memperkenalkan vaksin tersebut, ujarnya kepada wartawan, seraya menunjukkan bahwa negara-negara yang mulai memperkenalkan suntikan awal tahun ini “mengikuti lintasan serupa”.

Sejauh ini, 17 negara di sub-Sahara Afrika telah memasukkan vaksin ini ke dalam program imunisasi rutin mereka, katanya.

Delapan negara lainnya telah disetujui untuk menerima pendanaan guna memperkenalkan vaksin melalui aliansi vaksin GAVI, kata WHO.

Dalam perkembangan menjanjikan lainnya, kelambu insektisida ganda generasi baru kini semakin tersedia secara luas.

Kelambu ini, yang dilapisi insektisida pirol generasi baru yang dikombinasikan dengan insektisida piretroid standar, telah terbukti memberikan perlindungan yang jauh lebih baik terhadap malaria.

WHO memperkirakan awal tahun ini kelambu semacam itu telah mencegah 13 juta kasus malaria dan hampir 25.000 kematian dalam tiga tahun.

Meskipun ada keberhasilan, WHO menyoroti sejumlah faktor yang memperlambat perang melawan malaria, termasuk kurangnya dana dan persediaan vaksin yang tidak mencukupi, serta perubahan iklim, yang memungkinkan penyebaran nyamuk pembawa parasit penyebab malaria.

“Peningkatan investasi dan tindakan di negara-negara Afrika yang memiliki beban berat diperlukan untuk mengekang ancaman tersebut,” kata kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan.

Global Fund, sebuah kemitraan yang dibentuk untuk memerangi AIDS, tuberkulosis, dan malaria, setuju. “Kemajuan telah mandek selama beberapa tahun,” ujar direktur eksekutif Global Fund, Peter Sands memperingatkan dalam sebuah pernyataan.

“Untuk mengatasi hal ini, kita harus mempercepat upaya kita melalui pendekatan ganda, yaitu berinvestasi dalam teknologi baru dan pada saat yang sama mengurangi beban yang ditimbulkan oleh perubahan iklim pada sistem layanan kesehatan,” katanya. 

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.