Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 24 Feb 2018, 01:00 WIB

Waspadai Inflasi 'Volatile Foods'

Foto: istimewa

BI menyatakan salah satu sumber tekanan inflasi nasional pada bulan ini berasal dari kelompok harga barang pangan bergejolak (volatile foods) di Jawa dan Sumatera.

Jakarta - Inflasi bulan ini diperkirakan relatif terkendali meskipun terdapat tekanan dari kelompok harga barang pangan bergejolak (volatole foods). Meski demikian, pemerintah harus memastikan ketersediaan bahan pangan guna menghindari tekanan inflasi lebih lanjut.

Bank Indonesia (BI) melalui Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga pekan ketiga Februari 2018 memperkirakan inflasi pada Februari 2018 sebesar 0,19 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm) dan 3,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy).

"Kita survei di 82 kota, Februari ini sampai pekan ketiga ada di kisaran 0,19 persen. Secara tahun ke tahun ada di 3,2 persen. Ini sesuai range," kata Gubernur BI, Agus Martowardojo, di Jakarta, Jumat (23/2).

SPH BI di 82 kota dengan sampel dua pasar di setiap kota. Salah satu sumber tekanan inflasi nasional, kata Agus, dari kelompok harga barang pangan bergejolak (volatile foods) di Jawa dan Sumatera.

Inflasi volatile foods di Jawa dan Sumatera ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tiga tahun lalu. Komoditas volatile foods itu, antara lain beras, cabai merah, dan bawang putih. Bank Sentral ingin menjangkar inflasi volatile foods di 4-5 persen tahun ini (yoy) untuk dapat mencapai sasaran inflasi nasional di 2,5-4,5 persen (yoy).

"Pada 2017 kita targetkan inflasi volatile foods sama, tapi realisasinya 0,71 persen. Jadi pencapaian bagus. Di 2018 kita mesti terus jaga," ujar Agus.

Gejolak Minyak

Pada 2018, Bank Sentral mengakui ada tekanan dari kenaikan harga minyak dunia yang bisa memicu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices).

Semula, BI memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran 51 dolar AS per barel, meski asumsi makro untuk harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 ditetapkan pada angka 48 dollar AS per barel. Namun, dengan dinamika harga minyak dunia terakhir, BI melihat rata-rata harga minyak akan berada di kisaran 60 dollar AS per barel.

"Kenaikan harga minyak dunia secara tidak langsung atau langsung bisa berdampak ke inflasi di Indonesia. Secara umum, BI masih percaya bahwa inflasi kita akan ada di kisaran target," ujar Agus.

Di sisi lain, terdapat perkiraan inflasi Februari akan meningkat meskipun masih terbatas. Ekonom DSB Bank, Gundy Cahyadi, memproyeksi inflasi Februari secara yoy 3,3 persen, lebih tinggi ketimbang Januari lalu 3,25 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada Januari 2018 tercatat sebesar 0,62 persen, dengan penyumbang utamanya lonjakan harga barang bergejolak atau volatile food sebesar 0,47 persen. Untuk inflasi tahun kalender berjalan 2018 sebesar 0,62 persen, sementara inflasi dari tahun ke tahun (yoy) tercatat 3,25 persen.

Sebelumnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Novani Karina Saputri mengatakan lima bahan pokok yang relatif mengalami kenaikan harga per satuan sepanjang Mei-Desember 2017 adalah beras, daging sapi, garam, kedelai dan susu.

Kenaikan harga lima bahan pokok makanan ini dipicu oleh beberapa hal, di antaranya adalah kenaikan harga beras yang terbilang cukup signifikan dan dinilai disebabkan oleh tingginya jumlah permintaan akan beras yang tidak dapat dipenuhi oleh jumlah beras yang diproduksi.Ant/E-10

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.