Warga Diminta Waspada, BNPB dan BMKG Soroti Ancaman Abrasi di Pantai Utara Pulau Jawa
Ilustrasi - Sejumlah petugas PPSU berjaga saat banjir rob di Jalan Pluit Karang Ayu Barat, Pluit, Jakarta.
Foto: ANTARA/Aprillio AkbarJakarta - Kondisi kawasan pesisir di pantai utara Pulau Jawa yang kian terancam oleh abrasi dan banjir rob sehingga mendapat sorotan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa mengatakan bahwa laju abrasi pantai utara Pulau Jawa cukup signifikan yakni bisa sampai 200 - 500 meter dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data yang didapatkan BNPB diketahui pada periode tersebut sebagian besar abrasi menyasar kawasan yang sudah tidak terjaga oleh tanaman pohon mangrove, seperti halnya di pesisir Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten.
“Sangat terlihat daerah-daerah yang mangrovenya sudah tidak terjaga, sangat riskan tergerus dalam luasan yang cukup signifikan,” kata dia.
Dia mengkonfirmasi bahwa sedikitnya ada 579 hektare luas lahan di pesisir Kabupaten Tanggerang sudah hilang karena abrasi sebagaimana catatan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dirilis pada 2015.
Bahkan ia menambahkan, mayoritas desa di pesisir Tangerang itu juga sudah mengalami abrasi ataupun akresi selama satu dekade terakhir. Kondisi tersebut dilaporkan secara rinci dalam Jurnal Departemen Geografi Universitas Indonesia yang berjudul “Monitoring perubahan garis pantai untuk evaluasi rencana tata ruang dan penanggulangan bencana di Kabupaten Tangerang”.
Adapun jurnal itu mencatatkan Desa Tanjung Burung di Kabupaten Tanggerang mengalami laju abrasi sebesar 23,12 meter per tahun, dan lahan Desa Ketapang sudah mengalami abrasi seluas 26,65 hektare. Sementara laju akresi terbesar melanda Desa Kohod di Kabupaten Tanggerang dengan laju sebesar 31,41 persen per tahun dan jumlah luasannya sebesar 55,51 hektare.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo menambahkan bahwa ancaman abrasi atau pengikisan tanah akibat hantaman air laut yang sudah dapat ditemukan di sebagian besar wilayah pesisir pantai utara Jawa bisa menjadi gerbang masuk dari bencana banjir rob.
BMKG menilai kondisi tersebut kain merugikan masyarakat setempat karena akan memicu masalah lainnya seperti pencemaran air dan lingkungan, hingga terjadinya penyebaran penyakit menular.
“Ini harus ditangani ya, sehingga peningkatan volume air laut yang masuk ke daratan bisa terkendalikan dan kesejahteraan masyarakat pesisir ini tetap terjaga,” kata Eko.
Menurutnya, pemerintah sudah mengupayakan banyak cara dalam menangani potensi banjir rob itu seperti pembuatan tanggul di sebanyak bataran sungai yang ada dan membangun rumah pompa. Hanya saja upaya tersebut masih belum menjangkau secara keseluruhan kawasan yang berpotensi dilanda banjir rob.
Untuk itu, Eko menilai dibutuhkan infrastruktur yang besar untuk mengatasi potensi banjir rob di pesisir utara Pulau Jawa secara jangka yang panjang misalnya seperti pembangunan Giant Sea Wall yang direncanakan pemerintahan belakangan ini.
Berita Trending
- 1 Respons CEO OpenAI tentang Model AI Tiongkok DeepSeek-R1: 'Mengesankan'
- 2 Setelah Trump Ancam Akan Kenakan Tarif Impor, Akhirnya Kolombia Bersedia Terima Deportasi dari AS
- 3 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 4 Diprediksi Berkinerja Mocer 2025, IHSG Sepanjang Tahun Ini Menguat 1,22 Persen
- 5 Tanpa Pengenaan Tarif ke Barang Impor, Produk Lokal Bakal Semakin Terpuruk
Berita Terkini
- PLN Tinjau Langsung Lokasi Terdampak Banjir Jakarta, Pastikan Keamanan dan Pemulihan Kelistrikan
- Platform Digital Ini Jadi Aplikasi Resmi Pendaftaran Running Summit 2025
- Waspadai Cuaca Ekstrem, ASDP Imbau Pengguna Jasa Atur Waktu Perjalanan Menuju Pelabuhan
- Sejumlah Daerah Mulai Ambil Alih Pengelolaan Teman Bus
- Mobilitas Penumpang Meningkat