Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

UU Antiterorisme

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah memang enggan mengatur lebih rinci definisi terorisme karena khawatir membatasi ruang gerak aparat dalam menjerat pelaku tindak pidana terorisme. Pasal terkait pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme juga sempat menimbulkan perdebatan panjang. Masyarakat sipil menilai, pasal itu berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang jika tak diatur secara ketat. Apalagi TNI tidak memiliki kewenangan menindak pelaku terorisme dalam ranah penegakan hukum.

Meski demikian, pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati pasal pelibatan TNI diatur dalam UU Antiterorisme. Aturan detail soal mekanisme pelibatan TNI itu diserahkan kepada Presiden melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres). Perpres harus selesai paling lama setahun setelah UU disahkan.

Masih banyak substansi yang diperdebatan seperti penyadapan dalam Pasal 31, penebaran kebencian, penahanan pada Pasal 43A serta pencabutan kewarganegaraan Pasal 12b ayat 5. Pemerintah terkesan lebih fokus pada penindakan teroris semata. Padahal pemerintah dan DPR sudah sepakat, revisi UU ini harus berdasarkan semangat penegakan hukum, penghormatan HAM, dan pemberantasan terorisme.

Aksi terorisme sepekan ini memang sangat mengkhawatirkan. Korban berjatuhan baik aparat, masyarakat, maupun teroris itu sendiri. Aparat kesulitan mencegah. Payung hukum sekarang membuat aparat tak leluasa mencegah aksi teror. Tangan aparat seperti terborgol.

Kelemahan utama UU Terorisme sekarang tidak adanya poin pencegahan serta tidak ada rehabilitasi teroris usai menjalani hukuman. Selain itu, UU juga tidak mengakomodasi persoalan amaliyah dan ISIS. Padahal banyak warga Indonesia yang belajar ke luar negeri untuk memperdalam kemampuan memegang senjata dan berjihad.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top