Utang Debitor Kakap Mendadak Disebut Lunas oleh Satgas BLBI
Foto: ISTIMEWA» Kalau dibilang ada obligor BLBI yang sudah lunas, berapa besar utangnya yang sudah lunas, kapan dan dimana pembayarannya? Mana itungannya?
» Obligor kecil diumbar ke publik, sedangkan yang kakap diperlakukan istimewa dan tidak disebut jumlah utangnya.
JAKARTA - Pernyataan Ketua Dewan Pengarah Satuan Tugas Dana Hak Tagih Negara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI), Mahfud MD, sontak menggemparkan publik. Setelah berkali-kali mengancam mempidanakan debitor/obligor nakal yang tidak koperatif membayar utangnya, tiba-tiba Menko Polhukam itu menyebut sejumlah debitor/obligor besar, seperti Anthony Salim sudah melunasi utangnya.
Padahal, baru beberapa waktu lalu Satgas BLBI menyatakan total piutang negara yang hendak ditagih masih mencapai sekitar 110 triliun rupiah. Pada akhir Oktober lalu, Satgas melaporkan sudah menyetorkan ke kas negara dari penagihan piutang BLBI sebesar 2,4 miliar rupiah dan 7,6 juta dollar AS serta memblokir aset 339 unit tanah milik para pengemplang.
Dalam kesempatan itu pula, Mahfud menyebut utang para debitor/obligor kakap sudah lunas, tanpa menjelaskan berapa besar utangnya, kapan dan dimana pembayarannya.
Dia hanya menyebutkan mereka dianggap lunas karena sudah menerima Surat Keterangan Lunas (SKL) dari pemerintah yang ditandatangani Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), lembaga yang sudah dibubarkan.
Satgas pun dinilai mulai tidak transparan dan tidak adil karena hanya mengejar debitor/obligor kecil. Mereka diumbar ke publik agar malu sehingga mau membayar utangnya. Sedangkan yang kakap, termasuk yang terbesar, terkesan diberi hak keistimewaan dan nama-nama mereka tidak pernah disebut, termasuk jumlah utangnya dan berapa besar yang sudah dibayar serta jumlah yang tersisa.
Padahal semua orang tau bahwa utang yang tidak dilunasi, itu ada biaya yang harus ditanggung pemerintah (carrying cost), besarnya 20 persen. Itu semua tidak ada hitung-hitungannya.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Falih Suaedi, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Selasa (9/11), mengatakan pemerintah dan Satgas BLBI seharusnya menjadikan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai acuan dalam mengembalikan kerugian negara.
"Yang simpel-simpel saja, seharusnya kita menggunakan hasil audit lembaga yang profesional, BPK. Lembaga yang jelas hitungannya valid dan bisa dipertanggungjawabkan, dan sesuai tupoksinya. Kewenangan BPK sudah diatur oleh undang-undang, hitungannya bisa dipercaya dan jelas lebih menguntungkan untuk mengembalikan kerugian negara. Saya kira tidak ada alasan untuk mencari acuan lain. Satgas BLBI seharusnya bertindak profesional dengan mengacu hasil audit yang profesional pula," tukasnya.
Perampokan Uang Negara
Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, yang diminta pandangannya secara terpisah mengatakan Satgas BLBI jangan main "short cut", tetapi harus mengurai benang kusut BLBI sebagaimana judul buku putih yang diterbitkan Bank Indonesia pada 2002 lalu.
"Harus diurai dan meminta pertanggungjawaban penuh para pelaku. Satgas BLBI tidak boleh hanya mengandalkan SKL untuk membebaskan obligor tertentu. Karena faktanya ada audit BPK tahun 2017 yang menyatakan masalah dalam penerbitan SKL," kata Maruf.
Satgas secara substansi harus benar-benar menutup lembaran hitam kehidupan negara. "Negara tidak boleh dirugikan, martabat negara harus dikembalikan. Kita tahu BLBI ini perampokan uang negara dan sudah puluhan tahun duitnya dinikmati tanpa pertanggungjawaban," papar Maruf.
Debitor lain disebut nama dan kerugian negara yang ditimbulkannya, tetapi obligor yang terbesar, Anthony Salim tidak disebut.
Bahkan, dibuat spesial dan informasinya ditutup. Padahal, semua orang tahu kewajiban utang yang dulu, menyebabkan pemerintah menanggung biaya 20 persen per tahun.
Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, juga sepakat bahwa bukti pelunasan itu harus mengacu pada audit BPK. Begitu juga SKL harus disertai bukti pelunasan utang, misal penjualan aset-aset yang disita.
Pada posisi ini, jelas Badiul, peran BPK sangat penting untuk melakuan audit dan memastikan SKL sudah benar penerbitannya. Satgas harus transparan menyampaikan kepada publik terkait semua SKL itu, sehingga publik tahu kebenarannya.
Sementara itu, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan seharusnya Pak Mahfud menyampaikan secara terinci utang semua obligor/debitor dan berapa yang sudah dibayar serta siapa yang menandatangani SKL-nya.
"Hal itu untuk mengetahui, apakah jumlah yang dibayarkan sesuai? Ini makanya ada praktik mafia SKL BLBI beberapa tahun silam. SKL BLBI ini sudah jadi kasus korupsi besar," kata Nailul.
Sebab itu, transparansi menjadi kunci untuk masalah SKL ini. Perlu pengawasan KPK untuk pemberian SKL yang sudah ataupun yang akan diberikan oleh negara. "Jangan sampai negara dirugikan," tegas Nailul.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- Pemerintah Kukuhkan JK Sebagai Ketum, Sekjen PMI Versi Agung Laksono Tolak Surat Jawaban Kemenkum
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting