UNICEF: Pendidikan 242 Juta Anak Terganggu Cuaca Ekstrem pada 2024
Anak-anak bermain di lingkungan mereka dekat Sungai Merah, yang banjir setelah Topan Yagi pada bulan September 2024, di Hanoi, Vietnam.
Foto: un.orgPBB - Cuaca ekstrem mengganggu pendidikan sekitar 242 juta anak di 85 negara tahun lalu, kira-kira satu dari tujuh siswa, UNICEF melaporkan pada Kamis (23/1).
Laporan itu menunjukkan, gelombang panas memiliki dampak terbesar. Sementara direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell memperingatkan anak-anak "lebih rentan" terhadap cuaca ekstrem.
"Mereka lebih cepat kepanasan, kurang efektif berkeringat, dan lebih lambat mendingin dibandingkan orang dewasa," ungkapnya dalam sebuah pernyataan.
"Anak-anak tidak dapat berkonsentrasi di kelas yang tidak memberikan perlindungan dari panas terik, dan mereka tidak dapat pergi ke sekolah jika jalan setapak banjir, atau jika sekolah tersapu banjir."
Aktivitas manusia, termasuk pembakaran bahan bakar fosil yang tak terbatas selama beberapa dekade, telah menghangatkan planet dan mengubah pola cuaca.
Suhu rata-rata global mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024, dan selama beberapa tahun terakhir suhu tersebut untuk sementara melampaui ambang batas pemanasan kritis 1,5 derajat Celsius untuk pertama kalinya.
Hal ini menyebabkan musim hujan menjadi lebih basah dan musim kemarau menjadi lebih kering, meningkatkan panas dan badai, serta membuat penduduk lebih rentan terhadap bencana.
Angka 242 juta merupakan "perkiraan konservatif," kata laporan UNICEF yang mengutip adanya kesenjangan dalam data.
Data yang tersedia menunjukkan, siswa dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas mengalami penangguhan kelas, pemindahan liburan, penundaan pembukaan kembali, perubahan jadwal, dan bahkan sekolah rusak atau hancur sepanjang tahun akibat guncangan iklim.
Setidaknya 171 juta anak terkena dampak gelombang panas, termasuk 118 juta pada bulan April saja, saat suhu melonjak di Bangladesh, Kamboja, India, Thailand, dan Filipina.
Di Filipina khususnya, ribuan sekolah tanpa AC ditutup, dan anak-anak berisiko mengalami hipertermia.
Risiko Meningkat
Bulan September, yang menandai dimulainya tahun ajaran di banyak negara, juga sangat terdampak.
Kelas-kelas ditangguhkan di 18 negara, terutama karena topan Yagi yang dahsyat di Asia Timur dan Pasifik.
Asia Selatan merupakan kawasan yang paling terdampak oleh gangguan sekolah terkait iklim, dengan 128 juta anak sekolah terkena dampaknya.
India memiliki jumlah anak terbanyak yang terkena dampak, 54 juta anak, terutama akibat gelombang panas. Bangladesh juga memiliki 35 juta anak yang terkena dampak gelombang panas.
Angka tersebut kemungkinan akan meningkat di tahun-tahun mendatang karena suhu terus meningkat. Separuh anak di dunia, sekitar satu miliar, tinggal di negara-negara dengan risiko tinggi terhadap guncangan iklim dan lingkungan.
Jika emisi gas rumah kaca terus berlanjut pada lintasannya saat ini, delapan kali lebih banyak anak akan terpapar gelombang panas pada tahun 2050 dibandingkan pada tahun 2000, menurut proyeksi UNICEF.
Proyeksi menunjukkan, lebih dari tiga kali lipat jumlah orang akan terkena banjir ekstrem dan 1,7 kali lipat lebih banyak akan terkena kebakaran hutan.
Di luar dampak langsungnya, UNICEF menyuarakan kekhawatiran bahwa kerusakan tersebut dapat meningkatkan risiko sejumlah anak, khususnya anak perempuan, putus sekolah sama sekali.
Saat ini, sekitar dua pertiga anak-anak di seluruh dunia tidak dapat membaca dengan pemahaman pada usia 10 tahun, katanya. "Bahaya iklim memperburuk kenyataan ini."
Pendidikan adalah salah satu layanan yang paling sering terganggu oleh bahaya iklim, kata Russell.
"Namun, hal ini sering kali diabaikan dalam diskusi kebijakan," ia memperingatkan. " Masa depan anak-anak harus menjadi yang terdepan dalam semua rencana dan tindakan terkait iklim."
UNICEF menyerukan investasi di ruang kelas yang lebih tahan terhadap bahaya iklim.
Berita Trending
- 1 Jangan Lupa Nonton, Film "Perayaan Mati Rasa" Kedepankan Pesan Tentang Cinta Keluarga
- 2 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 3 Trump Mulai Tangkapi Ratusan Imigran Ilegal
- 4 Menkes Tegaskan Masyarakat Non-peserta BPJS Kesehatan Tetap Bisa Ikut PKG
- 5 Keren Terobosan Ini, Sosialisasi Bahaya Judi “Online” lewat Festival Film Pendek
Berita Terkini
- Rayakan Pesta Literasi, Semesta Buku 2025 Hadir di 30 Kota
- Es Krim Joyday Perluas Penetrasi Penjualan di Pasar Global
- Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Minta Pengelola Gedung Tingkatkan Sistem Proteksi Kebakaran
- Ingin Pakaian Cepat Kering dan Bebas Bau? Ikuti Tips Berikut Ini
- Curah Hujan Tinggi, Bupati Gorontalo Utara Imbau Warga Waspadai Longsor