Undang-Undang BPJS Mesti Segera Direvisi
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, menyarankan agar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) segera direvisi atau diperbaiki. Sebab, dalam pelaksanannya banyak persoalan yang muncul dalam tata kelola BPJS.
Persoalan tersebut, di antaranya ketidak matangan atau justru ketidak sinkronan peraturan-peraturan yang diberlakukan. Akibatnya, masih terjadi kebingungan atau keragu-raguan tertentu dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi secara total sebagai penyelenggara jaminan sosial.
"Saya diundang oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, problemnya sama semua. Pengaturan di tingkat UU baik UU SJSN maupun UU BPJS setelah dievaluasi banyak masalah. Antara aturan satu dengan yang lain, baik internal maupun eksternal, perlu diperbaiki," ujar Jimly di sela-sela Diskusi Panel, Keberadaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai Badan Hukum Publik, di Gedung Menara Jamsostek, Jakarta (18/4).
Hadir sebagai pembicara, antara lain akademisi dan praktisi hukum, Margarito Kamis, Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin, dan Direktur Keuangan BPJS Ketengakerjaan, Evi Afiatin.
Menurut Jimly, perbaikan tata kelola BPJS adalah soal yang serius. Karena BPJS ini adalah salah satu cara negara melaksanakan kesejahteraan yang diamanatkan dalam UUD. Karena itu, semua pihak menganggap ini adalah masalah yang serius dan harus diperbaiki karena BPJS menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Kebetulan semua kementerian ada sangkut pautnya dalam pelaksanaan BPJS. Seperti BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya terkait dengan Kementerian Ketenagakerjaan saja, tapi semua kementerian," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Jimly mengimbau ada inisiatif dari Presiden, Wakil Presiden, serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengumpulkan para pihak untuk membicarakan bersama membuat tata kelola BPJS yang baik.
"Saya kira usul saya yang paling masuk akal, UU (terkait BPJS) harus diperbaiki atau direvisi secara intergral atau terpadu, termasuk UU yang tidak terkait BPJS, seperti UU KPK, UU BPK, UU ASN, UU Kelautan, dan UU lain yang ujung-ujungnya ada kaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial diperbaiki," tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Selain itu, perlu diperbaiki pula turunan UU yaitu Peraturan Pemerintah (PP). Kerena faktanya, banyak bertentangan antara satu PP dengan PP yang lain.
Jimly mengajak seluruh pihak memiliki semangat untuk menjadikan BPJS sebagai lembaga yang efektif untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui jaminan sosial. Jimly mencontohkan salah satu masalah di BPJS adalah ketidak jelasan fungsi pengawasan.
"Bagaimana sistem pengawasan seharusnya. Apa pengawasan hanya di tingkat pusat apa sampai di tingkat pelayanan bawah. Aturannya harus jelas supaya tidak berantem antara pengawas dan direksi," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan BPJS Ketengakerjaan, Evi Afiatin, mengakui tidak ada forum tertinggi untuk penilaian atas kinerja jajaran direksi maupan dewas BPJS Ketengakerjaan. Tidak ada pelepasan tanggung jawab direksi sebagaimana mekanisme dalam RUPS.
"Ini di BPJS tidak ada. Kinerja kita siapa yang menilai. Kita hanya kirim laporan kepada Presiden, tapi setelah itu tidak ada yang mengesahkan," cetusnya. cit/E-3
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Mitra Strategis IKN, Tata Kelola Wisata Samarinda Diperkuat
- 2 Semoga Hasilkan Aksi Nyata, Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 Akan Dimulai di Azerbaijan
- 3 Kepala OIKN Sudah Dilantik, DPR Harap Pembangunan IKN Lebih Cepat
- 4 Keren! Petugas Transjakarta Tampil Beda di Hari Pahlawan
- 5 Empat Paslon Adu Ide dan Pemikiran pada Debat Perdana Pilgub Jabar