Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

UN Versus Otonomi Guru

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Udi Utomo

Hari-hari ini, siswa kelas akhir disibukan Ujian Nasional (UN). Mulai dari SMK (2-5/4), kemudian (9-12/4) SMA sederajat sampai (23-26/4) SMP. Pesan penting UN kali ini kejujuran. Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan, "Prestasi penting, tetapi kejujuran jauh lebih penting." Tidak ada alasan bagi peserta didik untuk berbuat curang. Sebab UN bukan lagi penentu kelulusan dan sudah berbasis komputer. Jadi, kecil peluang untuk curang.

Sebelum-sebelumnya UN telah menjadi momok dan menimbulkan beberapa efek negatif, di antaranya mengubah perhatian sekolah yang hanya memfokuskan kegiatan pembelajaran pada persiapan menghadapi UN. Akibatnya sekolah menomorduakan tugas utamanya sebagai lembaga penanam nilai dan karakter dan berubah menjadi seperti bimbingan belajar.

UN telah mendorong ketidakjujuran. Pada setiap pelaksanaan UN selalu ada kasus kebocoran soal. Siswa berlomba-lomba mencari bocoran soal. Mereka tidak peduli walau untuk mendapat kunci jawaban soal UN harus membayar mahal. Sekolah pun berlomba-lomba mempraktikan tindak ketidakjujuran demi memenuhi tuntutan target pimpinan birokrasi agar meraih prestasi tinggi dalam UN. Banyak siswa stres. Bahkan ada yang sampai melakukan tindakan fatal seperti bunuh diri.

Kini, UN bukan lagi sebagai penentu kelulusan. Keputusan kelulusan peserta didik sepenuhnya ditentukan sekolah. Kebijakan ini sangat tepat. Artinya tugas evaluasi dikembalikan lagi pada guru dan memang seharusnya demikian. Tugas evaluasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok guru: merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi. Tugas pokok tersebut tidak terpisahkan. Usai UN guru mengevaluasi kelulusan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top