
TPA Burangkeng Cemari Lingkungan, Kadis LH Kabupaten Bekasi Jadi Tersangka
TPA Burangkeng di Bekasi sudah melebihi kapasitas, tidak layak, dan mencemari lingkungan.
Foto: Koran Jakarta/KPNasOleh Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
Pengelola tempat pemrosesan akhir (TPA) open dumping dan TPS ilegal menjadi target Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Sebab aktivitasnya berdampak pada pencemaran dan kerusakan lingkungan yang semakin masif, ancaman kesehatan dan sangat merugikan serta merendahkan harkat martabat warga sekitar.
Pada 12 Maret 2025, Gakkum KLH menetapkan beberapa orang tersangka pengelola TPA open dumping dan TPS illegal. Salah satunya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Syafri Donny Sirait (SDS), akibat TPA Burangkeng yang dikelola secara open dumping. SDS dikenakan sanksi hukum berkaitan dengan pencemaran air, dengan ancaman pidana 10 tahun dan denda Rp4 miliar.
TPA Burangkeng dililit 37-41 permasalahan, terutama pencemaran air akibat leachacet. Hal ini bersadarkan laporan rapid assessment KLHK tahun 2019.
Kemudian tahun 2020, Prabu Peduli Lingkungan, Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), dll juga melakukan kajian cepat. Hasilnya telah disampaikan ke Bupati Kabupaten Bekasi, Dinas LH Kabupaten Bekasi, dan lembaga lain. Tampaknya, tidak direspon cepat oleh pemangku kebijakan di Kabupaten Bekasi.
Persoalan ini menjadi berkembang, dan akhirnya pada 1 Desember 2024 Menteri Lingkungan Hidup/kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup DR. Hanif Faisol Nurofiq menyegel TPA Burangkeng. Pada tahapan ini, TPA Burangkeng secaraa resmi berada dalam pengawasan pejabat KLH/BPLH.
Mengapa TPA Burangkeng harus ditutup?
Pertama, TPA tersebut sudah melebihi kapasitas (over capacity). Kedua, TPA Burangkeng tidak layak dan berpotensi mencemari lingkungan. Ketiga, TPA Burangkeng tidak melakukan pengelolaan lindi. Keempat, TPA Burangkeng belum memiliki persetujuan lingkungan alias “tidak memiliki persetujuan warga dan tidak punya Amdal”.
Saya mendukung upaya KLH/BPLH yang telah menetapkan SDS Kadis LH Kabupaten Bekasi sebagai tersangka akibat TPA Burangkeng yang dikelola secara open dumping. Karena hampir setiap hari 100 persen leachate langsung mengalir ke sungai selama bertahun-tahun. Kondisi ini akan lebih parah ketika musim hujan datang. Karena TPA tidak memiliki instalasi pengolahan air sampah (IPAS).
TPA Burangkeng dikelola secara open dumping selama puluhan tahun. Maka, saya menekankan pentingnya penerapan hukum pidana maksimal, setidaknya 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar. Jadi, dalam kasus TPA open dumping, Gakkum KLH harus menerapkan hukum pidana dan denda maksimal terhadap SDS Kadis LH Kabupaten Bekasi sebab secara terang-terangan abai terhadap tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.
Sampah yang masuk ke TPA Burangkeng 700-800 ton/hari, baru sekitar 42-45% dari totalproduksi sampah Kabupaten Bekasi. Sehingga banyak ditemui pembuangan sampah liar, diperkirakan masih ratusan TPS liar. Ketinggian tumpukan sampah di TPA ini mencapai 30-32 meter. Beberapa kali tumpukan sampah longsor menguruk berbagai fasilitas TPA dan halaman warga, termasuk menguruk IPAS.
TPA Burangkeng yang dikelola secara open dumping jelas melanggar UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam konteks ini sangat jelas, TPA open dumping merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar, terutama petani yang terus merugi sepanjang tahun. Akibat leachate bercampur sampah masuk dan membanjiri sawah petani, produktivitas panen menurun terus.
Dalam siaran persnya, Gakkum KLH menyatakan, saat ini ada 3 (tiga) kasus Pengelolaan Sampah yang telah masuk tahap Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket), yaitu dugaan tindak pidana yang terjadi di TPA Regional Sarbagita Suwung Bali, TPA Bakung Bandar Lampung, dan TPS Pasar Induk Caringin Bandung.
Selain itu, tiga kasus lainnya sudah masuk dalam tahap Penyidikan yaitu dugaan tindak pidana yang terjadi di TPA Sampah Ilegal Limo, Depok, TPA Burangkeng Bekasi dan TPA Rawa Kucing Tangerang.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen Pol. Rizal Irawan menegaskan, Gakkum LH memiliki tugas menjalankan amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Upaya penegakan hukum intensif sangat penting terkait kasus pengelolaan sampah dan kerusakan lingkungan. Gakkum LH akan melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang saat ini sedang ditangani,” ungkap Rizal.
Penutupan 343 TPA Open Dumping
Rencana penataan dan penutupan terhadap 343 TPA open dumping yang akan dilakukan KLH/BPLH perlu mendapat masukan dan dukungan yang konstruktif, inovatif dan visioner. Upaya tersebut merupakan mandat UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), PP No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga dan peraturan terkait.
Bahwa, TPA yang dikelola secara open dumping menyebabkan tragedi kemanusiaan dan lingkungan hidup serta melanggar peraturan perundangan. Mayoritas TPA di Indonesia dikelola secara open dumping, tercatat dalam peradaban manusia dan sejarah.
Berdasarkan fakta-fakta, bahwa TPA open dumping menimbulkan bencana dan persoalan yang ruwet serta complicated, contoh kasus TPA Leuwigajah Cimahi, TPA Sarimukti Bandung, TPA Cipayung Depok, TPA Galuga Kabupaten Bogor, TPA Sumurbatu Kota Bekasi, TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi, TPA Jatiwaringin Kabupaten Tangerang, TPA Rawa Kucing Tangerang, TPA Jalupang Kabupaten Karawang, dll.
Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Hanif menyatakan, timbulan sampah nasional tahun 2023 sekitar 56,63 juta ton/tahun. Capaian pengelolaan sampah nasional 39,01% (22,09 juta ton/tahun). Kondisi TPA tahun 2023 sebanyak 12,37 juta ton/tahun sampah ditimbun di TPA open dumping. Sebanyak 54,44% tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia adalah TPA open dumping (343 unit TPA). Timbulan sampah yang dilakukan di TPA seluruh Indonesia, dengan asumsi beroperasi 30 tahun, kurang lebih 1,72 miliar ton.
TPA open dumping tersebut berada di 343 daerah, 6 unit di provinsi merupakan TPA Regional. Sedang sebanyak 41 unit di kota dan sebanyak 286 kabupaten. Mereka masih mengelola TPA secara open dumping dan sangat rentan terhadap pencemaran lingkungan dan ancaman kesehatan masyarakat.
Menteri LH/Kepala BPLH telah menyampaikan surat teguran kepada 343 Kepala Daerah yang masih mengelola TPA open dumping.
Menurut Menteri Hanif, kriteria TPA open dumping yang ditutup permanen, yaitu: (a) Dikelola dengan sistem open dumping; (b) Menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius; (c) Keberadaan TPA sudah tidak lagi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)/ Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) suatu kabupaten/kota/provinsi; (d) Telah dalam kondsi penuh/melebihi kapasitas dan tidak memungkinkan untuk dilakukan rehabilitasi; (e) Memiliki fasilitas pengolahan sampah berupa Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), atau fasilitas lainnya; (f) dan Terdapat potensi lokasi lain sebagai alternatif untuk TPA baru atau untuk pembangunan baru fasilitas pengolahan sampah dengan kapasitas besar.
Sedangkan kriteria penutupan TPA open dumping secara bertahap, yaitu: (a) Dikelola dengan sistem open dumping; (b) Kondisi TPA masih memungkinkan untuk direhabilitasi; (c) TPA telah menimbulkan masalah lingkungan sehingga rehabilitasi dilakukan untuk meminimalkan permasalahan lingkungan yang terjadi; (d) Apabaila masih memiliki atau sudah memiliki lahan lain untuk perluasan lahan lain utnuk perluasan (lebih dari 2 Ha); (e) Penanggung jawab TPA berkomitmen untuk melakukan penataan TPA agar dapat dikelola dengan sistem sanitary landfill/controlled landfill. Di sini tumpukan-tumpukan sampah ditata rapi dan di-cover soil dan leachate diolah di IPAS.
Kerugian Warga Sekitar
Saat berdiskusi dengan warga dan tokoh masyarakat Burangkeng, pada 14 Maret 2025, salah tokoh masyarakat Burangkeng mengatakan, warga mengalami berbagai kerugian yangselama bertahun akibat TPA yang dikelola secara buruk. Pengelola tidak mempedulikan warga sekitar. Padahal, warga berhak mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik.
Kerugian yang dialami petani. Luas sawah 12 hektare yang tercemar akibat leachate bercampur sampah di wilayah Burangkeng, sedang diperbatasan masuk wilayah Kelurahan Sumurbatu seluas 20 hektar. Ketika tanaman padi normal, produktivitas panen mencapai 7-8 ton/hektar. Setelah tercemar lindi bercampur sampah hanya panen 1,5-2 ton/hektar.Harga gabah kering sekitar Rp 6.500/kg. Berapa besar kerugian petani yang dialami petani selama beberapa tahun, sementara itu tidak pernah mendapatkan kompensasi.
Produktivitas panen terus menurun akibat lindi, sampah dan banjir. Hal ini diperparah setelah ada pembangunan proyek jalan tol Japek 2. Karena kali sebagai saluran air semakin menyempit dan menyebabkan sawah kebanjiran.
Selanjutnya, kerugian terhadap air bersih. Air dalam (sumur) di sekitar TPA Burangkeng sudah tercemar. Sehingga warga harus membeli air mineral untuk kebutuhan minum sehari-hari. Setiap keluarga membutuhkan 4 galon/minggu atau 16 galon dalam sebulan, harga per gallon Rp 20.000. Setiap bulan harus mengeluarkan Rp 320.000 untuk air minum.
Karena air sumur warnanya kuning, seperti ada kandung besi atau parameter lain dan berbau amis. Ini untuk sumur pantek sedalam 12-13 meteran. Sedangkan untuk mengebor sumur sedalam 100 meter lebih perlu ijin pemerintah dan butuh dana besar setidaknya Rp 5-6 juta. Sementara pengelola TPA Burangkeng dan Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak menyediakan air bersih dari sumur artesis (dalam).
Tumpuk-tumpukan sampah mengeluarkan bau sangat menyengat, akibat dekomposisi dan gas metana dan gas sampah lainnya. Baunya seperti bau got. Dampaknya warga sekitar terserang berbagai penyakit, seperti ISPA, radang paru-paru, radang kulit, dll.
Sekarang ini sejumlah warga terserang penyakit lambung, perut kembung, pusing kepala. Jika sudah kronis dikatakan sakit asam lambung sehingga harus dirawat di rumah sakit atau klinik. Jika periksa ke dokter harus mengeluarkan uang Rp 150.000 -200.000 untuk sekali periksa.
Sebab meskipun ada Puskesmas (telah digusur jalan tol) cuma bangunan saja, tidak ada dokter, tidak ada bidan/perawat, juga tidak ada obat-obatan. Pemerintah daerah tidak mensuplai yang kebutuhan operasional Puskesmas. Sebagai bentuk kompensasi adanya TPA, mestinya pemerintah kabupaten Bekasi membangun Puskesmas Rawat Inap dengan dukungan penuh dokter, perawat, obat-obatan, dan fasilitas utama dan pendukung.
Dampak-dampak buruk pengelolaan TPA open dumping harus menjadi pelajaran semua pihak, terutama pada petinggi di Kabupaten Bekasi dan seluruh kabupaten/kota dan provinsi seluruh Indonesia. Sehingga sangat penting apa yang dicanangkan Menteri LH/Kepala BPLH dan jajarannya menutup TPA open dumping secara berrtahap dan permanen harus mendapatkan dukungan publik secara luas.
Semua itu untuk masa depan lingkungan lestari, perlindungan kesehatan masyarakat, dan Indonesia bersih berarti meningkatkan harkat martabat masyarkat Indonesia.*
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: -
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Warga Jakarta Wajib Tau, Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja
- 2 Mantap, Warga Jakarta Kini Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja tanpa Harus Nunggu Hari Ulang Tahun
- 3 Mourinho Percaya Diri, Incar Kebangkitan Fenerbahce di Liga Europa Lawan Rangers
- 4 Kemdiktisaintek Luncurkan Hibah Penelitian Transisi Energi Indonesia-Australia
- 5 Brigade Beruang Amankan Pembalak Liar di Suaka Margasatwa Kerumutan
Berita Terkini
-
Tak Perlu Panik! Pemerintah Perkuat Stabilisasi Pangan Ramadhan
-
Stop Insiden Serupa! Menhub Ingatkan Pentingnya Kewaspadaan Risiko di Kereta
-
Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
-
PSU Pilkada di 24 Daerah Habiskan Rp719 Miliar, Pakar: Cerminan Buruknya Tata Kelola Pemilu di Indonesia
-
Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika