Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 01 Feb 2025, 01:30 WIB

Tanpa Pengelolaan Tepat, Realokasi APBN Bisa Tekan Pertumbuhan Ekonomi

Efisiensi APBN - Belanja Birokrasi Sumbang Pelebaran Defisit APBN dan Tambahan Utang

Foto: istimewa

JAKARTA - Langkah Pemerintah untuk mengefisienkan belanja negara dengan merealokasi pos-pos belanja yang tidak produktif ke sektor yang lebih produktif dinilai sebagai keputusan tepat di tengah keterbatasan untuk meningkatkan penerimaan negara. 

Namun demikian, realokasi belanja negara juga berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi jika tidak dikelola secara tepat.

Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan kebijakan efisiensi anggaran memang akan mengarahkan pembangunan lebih sesuai dengan prioritas nasional.

“Realokasi belanja APBN akan membuat sebagian pihak diuntungkan, sebagian yang lain dirugikan, tetapi paling tidak arah pembangunan akan lebih sesuai dengan yang dimaui pemerintah,” kata Wijayanto kepada Antara di Jakarta, Jumat (31/1).

Menurut Wijayanto, dampak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap ekonomi sangat bergantung pada ukuran dan alokasinya. Efisiensi pengeluaran memang bisa meningkatkan efektivitas APBN, tetapi juga bisa menimbulkan efek negatif bagi sektor-sektor tertentu.

Misalnya, pengurangan biaya meeting dan perjalanan dinas akan menekan sektor perhotelan dan transportasi secara masif. Kondisi seperti itu pernah terjadi pada awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, namun akhirnya dilonggarkan karena dampaknya terhadap pelaku usaha dan tenaga kerja.

Realisasi efisiensi anggaran dilakukan berdasarkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang dikeluarkan Kementerian Keuangan yang menetapkan pemangkasan anggaran pada 16 pos belanja, termasuk alat tulis kantor (90 persen), kegiatan seremonial (56,9 persen), serta perjalanan dinas (53,9 persen).

Pemangkasan anggaran infrastruktur, kajian kebijakan, dan jasa konsultasi jelasnya juga bisa menghambat proyek strategis atau pengembangan kebijakan berbasis riset. Sebab itu, sangat wajar apabila masyarakat mengaitkan efisiensi anggaran dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membutuhkan dana besar.

“Pemerintah kekurangan anggaran untuk MBG, pada saat yang bersamaan Pemerintah menghemat berbagai pengeluaran, wajar jika diartikan penghematan tersebut terutama untuk memenuhi kebutuhan anggaran MBG,” tuturnya.

MBG jelasnya adalah program besar yang memerlukan pengelolaan transparan dan efisien. Jika tidak tepat sasaran atau minim melibatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan produsen lokal, maka realokasi anggaran justru dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Sebagai langkah mitigasi, Wijayanto menyarankan agar efisiensi anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara keberlanjutan fiskal dan dampaknya terhadap perekonomian.

“Jangan sampai karena MBG, sektor lain yang sama pentingnya atau bahkan lebih penting, justru dikorbankan. Mengingat MBG merupakan "the elephant in the room", maka pengelolaannya harus dipastikan efisien, tepat sasaran, bebas korupsi, melibatkan UMKM dan produsen lokal. Jika tidak, realokasi anggaran berpotensi mengerem laju pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Memukul Industri MICE

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira mengatakan, efisiensi anggaran terutama pos belanja seremonial, alat tulis kantor (ATK) hingga sewa kendaraan merupakan langkah positif untuk meningkatkan ruang fiskal. Misalnya soal belanja rapat dan seminar memang bisa digantikan dengan rapat online, yang jauh lebih murah dan efektif.

“ATK juga bisa digantikan dengan tanda tangan dokumen secara digital dan ramah lingkungan juga tidak boros kertas. Selama ini beban belanja birokrasi cukup disorot karena menyumbang pelebaran defisit APBN dan tambahan utang pemerintah,”ungkap Bhima.

Konsekwensi negatif dari kebijakan tersebut kata Bhima terutama akan memukul jasa Meeting, Incentives, Convention and Exhibition (MICE) dan industri perhotelan serta agen perjalanan. Pendapatan mereka akan terdampak dignifikan, karena sebagian besar pelaku usaha MICE mengandalkan pendapatan dari event pemerintah.

Apalagi, pasca pandemi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih. Oleh karena itu, dia khawatir akan ada risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor jasa akomodasi dan makanan minuman.

Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE mencakup potensi kehilangan lapangan kerja 104.000 orang. Sementara dari sisi produk domestik bruto (PDB) setidaknya ada potential lost hingga 103,9 triliun rupiah dari industri MICE.

Dari Yogyakarta, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa mengatakan, efisiensi anggaran dapat mendorong pertumbuhan sekaligus pemerataan ekonomi nasional. “Hal itu terjadi, jika anggaran hasil efisiensi itu diputar dan direalokasikan untuk menggerakkan ekonomi rakyat (UMKM), menciptakan lapangan kerja baru, menanggulangi kemiskinan, memperbaiki daya beli masyarakat menengah bawah, dan berbagai kebijakan serta program stimulus ke sektor riil,” pungkas Awan.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.