Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 24 Agu 2021, 00:00 WIB

Suku di Filipina Memiliki DNA Manusia Denisovan Terkuat

Foto: istimewa

Penelitian oleh ilmuwan dari Universitas Uppsala terhadap suku Ayta Magbukon menjelaskan ada beberapa spesies manusia purba Denisovan yang menghuni Filipina sebelum kedatangan Homo sapiens modern.
Menurut studi yang diterbitkan pada jurnal Current Biology edisi 12 Agustus lalu, kelompok pribumi ini memiliki DNA Denisovan 30 hingga 40 persen lebih banyak daripada kelompok lain dari suku Aborigin di Australia dan suku di Papua.
Denisovan adalah nama sekelompok manusia purba yang pertama kali diidentifikasi dari satu tulang kelingking di sebuah gua Siberia. Denisovan diperkirakan hidup berdampingan dengan manusia modern atau Homo sapiens modern dan juga spesies Neanderthal, selama ratusan ribu tahun.
Namun sekitar 30.000 hingga 50.000 tahun yang lalu manusia purba itu dinyatakan punah.
Sejauh ini hanya penduduk Kepulauan Pasifik dan Asia Tenggara yang memiliki keturunan Denisovan yang substansial. Sebagai perbandingan, kebanyakan orang di bagian lain daratan Asia memiliki kurang dari 0,05 persen keturunan Denisovan, dan orang-orang keturunan Afrika dan Eropa tidak memilikinya sama sekali.
"Ayta Magbukon memiliki lebih banyak nenek moyang Denisovan daripada siapapun di planet ini saat ini," kata ahli biologi dari Universitas Uppsala Swedia, Mattias Jakobsson. "Jadi itu kejutan bagi kami," ujar dia kepada Gizmodo.
Jakobsson memaparkan, penelitian tersebut dilakukan sebagai studi lanjutan dari studi sebelumnya yang mempelajari migrasi manusia ke Filipina. Mereka ingin memotret lebih jauh menilai tingkat DNA manusia purba di antara populasi apalagi beberapa populasi di wilayah ini sebelumnya memiliki tingkat yang tinggi.
"Tingkat nenek moyang Denisovan dan pulau Asia Tenggara itu diketahui dihuni oleh berbagai spesies purba Homo," kata ahli genetika populasi dan rekan penulis studi Maximilian Larena.
Analisis Genom
Untuk melakukan ini, para peneliti menganalisis genom dari 1.107 individu yang termasuk dalam 118 kelompok etnis berbeda di Filipina termasuk 25 kelompok yang mengidentifikasi diri sebagai "Negritos" yang dianggap sebagai manusia modern paling awal di Filipina, menurut studi tersebut.
Dengan membandingkan genom ini dengan genom Denisovan dan Neanderthal, peneliti menemukan, meskipun tingkat nenek moyang Neanderthal cukup seragam dalam populasi penelitian mereka atau sebanding dengan manusia modern di bagian lain dunia, namun tingkat keturunan Denisovan sangat bervariasi, dan jauh lebih tinggi di antara orang Negrito daripada di kelompok lain.
"Temuan ini konsisten dengan model acara kawin silang independen antara Negritos dan Denisovan di Filipina, menunjukkan bahwa Denisovan mungkin telah berada di pulau-pulau jauh sebelum kehadiran kelompok etnis manusia modern mana pun," kata Larena.
Ahli paleogenetik Universitas Tubingen, Cosimo Posth, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada Science News bahwa laporan baru menunjukkan masih ada populasi yang belum sepenuhnya dijelaskan secara genetik dan Denisovan tersebar luas secara geografis.
Saat ini, catatan fosil Denisovan sangat jarang, dan tidak dapat diidentifikasi hanya dengan morfologi. Mereka harus diurutkan secara genetik, yang bisa jadi sangat sulit terutama karena mengekstraksi fosil yang berasal dari iklim tropis biasanya DNA telah rusak.
Dengan adanya bukti dari komunitas Ayta Magbukon maka semakin kemungkinan keberadaan fosil Denisovan cukup kuat. "Semakin meningkatkan kecurigaan saya bahwa fosil Denisovan bersembunyi di depan mata," kata ahli genetika populasi Universitas Adelaide João Teixeira yang tidak terlibat dengan penelitian ini.
"Ketika datang ke Asia Tenggara dan kepulauan Asia Tenggara, kami memiliki lebih banyak pertanyaan daripada jawaban karena kami tidak memiliki catatan arkeologi yang baik," kata ahli genetika populasi University of Colorado Boulder, Fernando Villanea.
Villanea, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menambahkan, sekarang dunia memiliki temuan genetik yang luar biasa ini dan mengalami kesulitan menyusun cerita yang kohesif. Apalagi spesimen Denisonan masih belum ditemukan terutama di Asia Tenggara karena kurangnya penelitian.
"Dengan mengurutkan lebih banyak genom di masa depan, kita akan memiliki resolusi yang lebih baik dalam menjawab banyak pertanyaan, termasuk bagaimana warisan kuno mempengaruhi biologi kita dan bagaimana hal itu berkontribusi pada adaptasi kita sebagai spesies," kata Larena. hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Ilham Sudrajat

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.