Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 17 Jul 2024, 21:00 WIB

Studi: Buang Air Besar 1-2 Kali Sehari Dapat Menjauhkan Tubuh dari Penyakit

Secara demografis, orang yang lebih muda, wanita, dan mereka yang memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah cenderung memiliki frekuensi buang air besar yang lebih jarang.

Foto: istimewa

WASHINGTON - Sebuah studi yang diterbitkan pada hari Selasa (16/7), di Cell Reports Medicine, mengungkapkan frekuensi buang air besar secara signifikan memengaruhi fisiologi dan kesehatan jangka panjang, dengan hasil terbaik terkait dengan buang air besar sekali atau dua kali sehari.

Dikutip dari The Straits Times, penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan antara sembelit dan diare dengan risiko infeksi dan kondisi neurodegeneratif yang lebih tinggi.

Tetapi karena temuan ini diamati pada pasien yang sakit, masih belum jelas apakah kunjungan ke kamar mandi yang tidak teratur merupakan penyebab atau akibat dari kondisi mereka.

"Saya berharap penelitian ini akan sedikit membuka pikiran para dokter tentang potensi risiko yang mungkin timbul jika frekuensi buang air besar tidak diatur," kata penulis senior Sean Gibbons dari Institut Biologi Sistem.

Ia menjelaskan dokter sering kali menganggap gerakan usus yang tidak teratur hanya sebagai gangguan.

Gibbons dan tim mengumpulkan data klinis, gaya hidup, dan sampel biologis, termasuk kimia darah, mikrobioma usus, genetika, dan banyak lagi, dari lebih dari 1.400 relawan dewasa yang sehat tanpa tanda-tanda penyakit aktif.

Frekuensi buang air besar yang dilaporkan sendiri oleh peserta dikategorikan ke dalam empat kelompok: sembelit (satu atau dua buang air besar per minggu), rendah-normal (tiga hingga enam per minggu), tinggi-normal (satu hingga tiga per hari), dan diare.

Jika tinja terlalu lama berada di dalam usus, mikroba akan menghabiskan serat yang tersedia, yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak rantai pendek yang bermanfaat, dan malah memfermentasi protein, menghasilkan racun seperti p-kresol sulfat dan indoksil sulfat.

"Yang kami temukan pada orang sehat yang mengalami sembelit, terjadi peningkatan racun-racun ini di aliran darah," kata Gibbons, yang mencatat bahwa racun-racun ini sangat membebani ginjal.

Dalam kasus diare, tim menemukan kimia klinis yang mengindikasikan peradangan dan kerusakan hati. Gibbons menjelaskan selama diare, tubuh mengeluarkan asam empedu yang berlebihan, yang seharusnya didaur ulang oleh hati untuk melarutkan dan menyerap lemak makanan.

Bakteri usus yang memfermentasi serat yang dikenal sebagai "anaerob ketat," yang dikaitkan dengan kesehatan yang baik, tumbuh subur di "zona Goldilocks" yaitu satu atau dua kali buang air besar sehari. Namun, Gibbons menekankan diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan kisaran optimal ini secara lebih tepat.

Secara demografis, orang yang lebih muda, wanita, dan mereka yang memiliki indeks massa tubuh lebih rendah cenderung memiliki frekuensi buang air besar yang lebih jarang.

"Perbedaan hormonal dan neurologis antara pria dan wanita mungkin menjelaskan kesenjangan tersebut," kata Gibbons, bersama dengan fakta bahwa pria umumnya mengonsumsi lebih banyak makanan.

Akhirnya, dengan memasangkan data biologis dengan kuesioner gaya hidup, tim memperoleh gambaran yang jelas tentang mereka yang biasanya termasuk dalam Zona Goldilocks.

"Makan lebih banyak buah dan sayur adalah sinyal terbesar yang kami lihat," kata Gibbons, disertai dengan minum banyak air, aktivitas fisik teratur, dan mengonsumsi makanan yang lebih banyak mengandung tumbuhan.

Langkah selanjutnya dalam penelitian ini dapat melibatkan perancangan uji klinis untuk mengelola pergerakan usus pada sekelompok besar orang, diikuti selama periode yang panjang untuk menilai potensinya dalam pencegahan penyakit.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.