Soal IUP, Apakah Ormas Keagamaan Punya Kapasitas untuk Menambang?
Foto udara salah satu lahan tambang di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (27/5/2024).
Di kalangan pemerintah, kebijakan ini juga mengundang pro-kontra. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, misalnya, sempat tak sepenuhnya sepakat dengan usulan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk memberikan konsesi tambang pada ormas keagamaan. Sementara itu, pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar yang menyebut "Daripada ormasnya setiap hari nyariin proposal, mengajukan proposal, kan lebih baik ormas mengelola dengan sayap bisnis yang rapi dan tetap profesional", tidak didukung argumentasi yang kuat dan cenderung memberikan kesan negatif tentang perilaku ormas.
Aturan ini perlu disikapi dengan bijak, terutama menyangkut kapasitas ormas dalam mengelola pertambangan, agar tak membuka peluang korupsi di sektor yang telah mendapat persepsi miring dari masyarakat, hingga nantinya malah melukai nama baik ormas keagamaan.
Kapasitas organisasi keagamaan
Penawaran konsensi tambang memunculkan pertanyaan kritis, apakah ormas keagamaan memiliki kapasitas yang cukup untuk berbisnis pertambangan? Untuk menjawab pertanyaan itu, penting untuk kita mengidentifikasi kapasitas yang wajib dimiliki oleh pebisnis tambang.
Setidaknya ada tiga variabel penting yang wajib dimiliki oleh pebisnis tambang. Pertama, modal finansial. Aktivitas penambangan merupakan kegiatan yang padat modal. Artinya mustahil bagi suatu entitas untuk bisa mengelola tambang secara profesional tanpa kekuatan finansial yang mencukupi, kecuali hanya menjadi agen alias perantara untuk kelompok lain menguasai suatu konsesi pertambangan.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya