Sejumlah Negara di Eropa Dilanda Gelombang Panas dan Kelangkaan Air
Seorang pria mengenakan payung untuk melindungi diri dari sinar matahari di mana suhu diperkirakan akan meningkat hingga 36 derajat celsius, di Roma, Italia,pekan lalu.
Foto: AFP/ANDREAS SOLAROBRUSSEL - Gelombang panas yang terjadi secara kontinu di Eropa selatan dan timur telah menyebabkan lonjakan permintaan dan pemadaman listrik.
Peningkatan penggunaan unit pendingin udara dan air dingin memberikan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada infrastruktur listrik dan air, menyebabkan banyak sistem mengalami kolaps dalam beberapa pekan terakhir.
Seperti dikutip dari Antara, Copernicus Climate Change Service Uni Eropa (UE), menjelaskan Bumi mengalami hari terpanas yang pernah tercatat pada 22 Juli, dengan suhu rata-rata global harian mencapai rekor tertinggi baru yakni 17,16 derajat Celsius.
"Saat ini, kita berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan seiring dengan iklim yang terus memanas, kita akan menyaksikan rekor-rekor baru yang akan dipecahkan dalam beberapa bulan dan tahun mendatang," ujar Direktur Copernicus Climate Change Service, Carlo Buontempo.
Di Italia, kota-kota seperti Roma, Napoli, dan Firenze mencatatkan suhu yang mendekati rekor tertinggi, sementara Sardinia dan Sisilia menghadapi kondisi panas yang mencapai hingga 44 derajat Celsius. Negara itu sedang meningkatkan impor energi mengingat turunnya produksi tenaga air dan penggunaan pendingin udara yang melonjak.
Sangat Panas
Malta, negara pulau di Mediterania, mengalami pemadaman listrik sehari penuh di beberapa daerah, dengan rusaknya jaringan distribusi listrik bawah tanah akibat cuaca yang sangat panas. Di Gzira, listrik padam selama hampir 40 jam hingga perbaikan dilakukan.
"Saya kecewa karena kami tahu musim panas akan membawa peningkatan suhu, tetapi, kami tidak (bersiap) dengan rencana yang baik sebelumnya. Hanya ada sedikit investasi dalam jaringan distribusi itu dalam satu dekade terakhir sehingga jelas infrastruktur itu akan mengalami tekanan," ujar warga Malta, Steve Vella kepada Xinhua.
Rumania juga mengalami fluktuasi listrik. Otoritas telah merekomendasikan berbagai langkah untuk menghemat energi, seperti menyetel unit pendingin udara pada suhu 24-26 derajat Celsius dan menghindari penggunaan mesin cuci antara pukul 18.00 hingga pukul 21.00 waktu setempat (pukul 22.00-01.00 WIB).
Di Montenegro, jaringan listrik mengalami gangguan yang signifikan di bawah peringatan cuaca "merah". Baru-baru ini, kalangan pebisnis di Tivat memprotes pemadaman listrik itu, mengutip hal tersebut menghadirkan kerugian terhadap operasional mereka dan ekonomi secara keseluruhan.
Gangguan listrik regional pada 21 Juni menyebabkan pemadaman di Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Albania, dan Montenegro. Kepala Badan Promosi Ekspor Bosnia dan Herzegovina Enes Aliskovic menyampaikan lonjakan permintaan listrik di Montenegro selama puncak musim wisata menyebabkan sistem kelistrikan di negara tersebut tumbang.
Menurut Operator Sistem Transmisi Kroasia (HOPS), Kroasia mencetak rekor konsumsi listrik baru yakni 3.341 megawatt-jam pada 16 Juli pukul 20.00 waktu setempat atau pada 17 Juli pukul 01.00 WIB. Mengingat musim wisata yang semakin intensif dan meningkatnya penggunaan pendingin udara di semua fasilitas wisata dan tempat kerja, serta properti residensial, rekor konsumsi listrik maksimum per jam itu diperkirakan akan kembali pecah pada musim panas tahun ini.
Seorang ilmuwan politik Slovenia, Bogomil Ferfila, mengaitkan tekanan pasokan listrik di Balkan Barat itu dengan sejumlah faktor seperti minimnya pendanaan infrastruktur energi yang parah, salah urus yang terus berlanjut, dan hambatan geopolitik. Selama musim puncak tersebut, konsumsi listrik berpotensi melonjak secara tidak normal, menyebabkan jaringan listrik mengalami kelebihan beban.
Selain itu, kelangkaan air juga melanda beberapa wilayah di Eropa. Belum lama ini, hotel-hotel di Sisilia, Italia, menolak kedatangan pelancong akibat kelangkaan air. Beberapa bagian di wilayah pulau itu mengalami kesulitan yang parah, dengan pasokan air dilaporkan hanya tersedia selama dua hingga tiga jam per hari.
Di beberapa daerah terpencil, warga melakukan protes karena tidak memiliki akses terhadap air bersih selama enam pekan.
Desa-desa di wilayah Kardzhali di Bulgaria menghadapi kelangkaan air minum yang serius akibat gelombang panas dan curah hujan minim. Sejumlah pembatasan terkait penggunaan air diterapkan di Pchelarovo, yang terletak sekitar 230 kilometer di sebelah tenggara Sofia, Ibu Kota Bulgaria, di mana warganya hanya dapat menikmati air bersih selama empat jam sehari.
Suhu tinggi di Eropa selatan dan timur diprediksi akan berlanjut, menyebabkan pasokan listrik dan air akan terus mengalami tekanan.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional