RUU MK Harus Masukkan Hal Substansi yang Lebih Penting
Ilustrasi. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Kosntitusi Daniel Yusmic (kiri) dan Guntur Hamzah (kanan) memimpin jalannya sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (13/5/2024). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan dari KPU, Bawaslu, dan pihak terkait.
"Hukum acara untuk apa? Salah satunya adalah tentang pemilihan calon presiden. Itu sampai saat ini masih diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Poin kedua adalah mengatur pelaksanaan kewenangan pembubaran partai politik yang saat ini masih diatur dalam Peraturan MK.
"Kalau soal-soal macam ini, menurut ilmu perundang-undangan adalah materi muatan undang-undang, bukan materi Peraturan MK. Mengapa bukan soal ini yang diselesaikan kalau hendak menghadirkan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan benar-benar merdeka?" ujarnya.
Terakhir, ketentuan untuk mengatur terkait concrete judicial review. Ia menjelaskan, pada Pengadilan Jerman, pengujian jenis itu diajukan oleh orang yang diadili di peradilan umum kepada hakim yang mengadili karena merasa UU yang ditujukan dalam kasusnya bertentangan dengan UUD. Karena hakim peradilan biasa tidak memiliki kewenangan untuk menguji UU, maka MK Jerman bertugas menanganinya terlebih dahulu.
"Sehingga ketika kasus ini masih ditangani oleh MK Jerman, perkara ini stay dulu, tidak boleh diteruskan. Nanti kalau MK Jerman sudah mengeluarkan putusan, baru kemudian perkaranya dibuka dan diperiksa lagi. Kalau itu dinyatakan benar bertentangan dengan UUD, maka perkaranya otomatis gugur," kata dia menjelaskan.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Sriyono
Komentar
()Muat lainnya