Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 28 Des 2017, 05:10 WIB

Putera Mahkota, Dibenci tapi Tak bisa Dijatuhkan

Didampingi Putra Mahkota - Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz Al Saud didampingi putra mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman saat akan menyampaikan sebuah pidato di hadapan Dewan Syuro, di Riyadh, Arab Saudi, pertengahan Desember lalu.

Foto: Saudi Press Agency/Handout via REUTERS

Sepanjang 2017 Pemerintah Arab Saudi beberapa kali membuat geger publik dunia. Mulai dari pencopotan putra mahkota Mohammed bin Nayef yang digantikan oleh Mohammed bin Salman, pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar, penangkapan 11 pangeran dan puluhan pejabat negara atas dugaan tindak kejahatan korupsi serta terakhir pengakuan Mohammed bin Salman yang memiliki istana bernama Raja Louis 14 di Prancis.

Arab Saudi memiliki peran vital di jajirah Arab. Segala kehebohan dalam tubuh Kerajaan Arab Saudi bukan hanya akan berpengaruh terhadap kondisi politik dan keamanan kawasan, tetapi masyarakat Indonesia pun ikut was-was. Pasalnya, gelombang haji dan umrah masyarakat Indonesia ke Makkah tidak pernah sepi, terdapat pula hampir 2 juta WNI mencari rezeki di negara itu, hubungan bilateral kedua negara pun terjalin sangat baik.

Faisal Assegaf penulis buku Rahasia Muammar al-Qaddafi dan pengamat Timur Tengah, menyebut sekarang ini Mohammed bin Salman telah berkuasa secara de facto meskipun tahta tertinggi masih dipegang ayahnya, Raja Salman. Pencopotan putera mahkota Mohammed bin Nayef pada Juni 2017 lalu, dan dipilihnya Mohammed bin Salman telah membuat banyak pangeran Arab kecewa. Sebab langkah ini menerobos tradisi keluarga kerajaan.

Selama ini, tongkat kekuasaan Kerajaan Arab Saudi bergerak ke samping, yaitu pada adik-adik raja, bukan anak-anak raja. Namun Raja Salman lebih memilih menyerahkan tongkat estafet kekuasaan pada putra kesayangannya dari istri ketiganya, Mohammed bin Salman. Putra Mahkota yang berdarah muda, yakni 32 tahun, tak lama setelah memegang jabatan yang baru, lalu secara mengejutkan memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.

Riyadh menuding Qatar telah mendanai terorisme, sebuah tuduhan yang dibantah mati-matian oleh Pemerintah Qatar. Padahal, tidak sedikit analis yang menduga kuat pemutusan hubungan diplomatik ini lantaran Mohammad bin Salman melihat Pemerintah Qatar lebih dekat dengan Iran, rivalnya beratnya.

Arab Saudi dan Iran saling berebut pengaruh di Timur Tengah. Dengan putusnya hubungan diplomatik ini, Qatar yang dipenuhi dengan gurun pasir, tidak bisa lagi melakukan hubungan dagang dengan Arab Saudi. Untungnya, ini bukan kiamat bagi Qatar. Iran tampil di garda depan sebagai juru selamat dengan memasok kebutuhan bahan pangan negara itu. Penjatuhan sanksi ekonomi kepada Qatar merupakan senjata makan tuan bagi Arab Saudi.

Sebab itu artinya, Arab Saudi menjadi kehilangan pasar. Padahal saat yang sama, negara itu secara ekonomi sedang terpuruk oleh anjloknya harga minyak mentah dunia. Reformasi Ekonomi Reformasi ekonomi yang digagas Mohammed bin Salman pun sepanjang 2017 belum bisa dikatakan berjalan mulus.

Masyarakat Arab Saudi yang secara budaya biasa dilayani, kaget bukan kepalang ketika seluruh subsidi di cabut dan harga bahan bakar naik sebagai bagian dari reformasi ekonomi. Program ini pun belum bisa memperbaiki angka pengangguran Arab Saudi, dimana 80 persen penduduk Arab Saudi dibawah usia 30 tahun pengangguran.

Untuk membantu warga kelas menengah bawah, Riyadh pun akhirnya mengucurkan program bantuan semacam bantuan langsung tunai (BLT). Berkaca pada kondisi ini, Arab Saudi masih membutuhkan waktu untuk secara serius memberlakukan reformasi ekonomi. Namun program ini tidak akan dikesampingkan oleh Mohammed bin Salman karena kesuksesan kebijakan reformasi ekonomi ini akan menjadi bahan pamer baginya kepada negara-negara Barat untuk mendapatkan dukungan.

Terkait soal dukungan, Mohammed bin Salman sekarang ini sangat membutuhkan dukungan dari luar negeri setelah segala kebijakan dan tindak-tanduknya membuat para pangeran Arab sangat membencinya. Sumber di Kerajaan Arab Saudi yang tidak mau dipublikasi identitasnya menyebut tak lama lagi Raja Salman akan segera mengumumkan pergantian tampuk kekuasaan kepada putranya karena dia sangat menyadari Mohammed bin Salman sedang dalam bahaya.

Dalam tubuh Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman memiliki sederet jabatan yang membuat orang melongo. Selain sebagai putra mahkota, dia juga menjabat sebagai Kepala Lembaga anti-korupsi Arab Saudi, Ketua Dewan Kebijakan Ekonomi, Menteri Pertahanan Arab Saudi dan Kepala Aramco, sebuah lembaga BUMN Arab Saudi.

Melalui jabatannya sebagai Menteri Pertahanan, Mohammed bin Salman melancarkan perang Yaman. Tindakan ini membuatnya sangat dibenci oleh para pangeran Arab karena tindakan ini dilakukan saat keuangan Arab Saudi terseok-seok dan besarnya korban jiwa dalam perang Yaman. Alih-alih mendapat pujian, langkah Mohammed bin Salman menangkap 11 pangeran Arab dan puluhan pejabat negara dengan tuduhan korupsi, malah dicibir, khususnya setelah aibnya terbongkar satu-satu.

Di tengah tekanan publik, Mohammad bin Salman mengaku sebagai pemilik Istana Raja Louis 14 di Prancis, sebuah properti termahal di dunia. Sebelumnya muncul pula tuduhan Mohammed bin Salman membeli lukisan wajah Yesus dan kapal pesiar mewah yang harganya selangit. Pembelian - pembelian tersebut membuat publik mempertanyakan dari mana sumber pendanaannya dan sebuah ironi karena dilakukan di saat Kerajaan Arab Saudi sedang berhemat.

Meski dibenci, Mohammed bin Salman sulit dijatuhkan. Sistem pemerintahan Arab Saudi adalah monarky absolute. Ini artinya, sulit bagi kaum oposisi untuk mendongkelnya karena hukum adalah perintah Raja. Tak ada yang bisa menurunkan Mohammed bin Salman.

Suci Sekarwati
Wartawan Koran Jakarta

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.