PM Australia Copot Menteri Imigrasi dan Keamanan Nasional
PM Australia Anthony Albanese.
Foto: abc.net.auSYDNEY - Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada hari Minggu (28/7) mengganti menteri yang bertanggung jawab atas imigrasi dan keamanan nasional, merombak portofolio yang dilanda skandal.
Departemen Dalam Negeri Australia berada di bawah tekanan sejak dipaksa membebaskan lebih dari 100 tahanan imigrasi -- banyak di antaranya dihukum karena penyerangan, penculikan, dan pembunuhan -- setelah putusan pengadilan.
Albanese berupaya mengakhiri kisah yang merusak secara politis ini, dengan memecat Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil dan Menteri Imigrasi Andrew Giles dan memindahkan mereka ke portofolio baru.
Kedua posisi diambil alih oleh Tony Burke.
Burke sebelumnya menjabat sebagai menteri imigrasi pada tahun 2013 di bawah pemerintahan Rudd.
"Dia adalah seseorang yang akan membawa pengalaman itu ke portofolio yang masih penuh tantangan," kata Albanese.
Beberapa tahanan didakwa dengan kejahatan lebih lanjut setelah dibebaskan, yang memicu serangkaian publisitas buruk bagi pemerintahan Buruh berhaluan kiri-tengah.
Para pejabat segera memasang gelang pemantau di pergelangan kaki pada kelompok tahanan itu sambil menerapkan ketentuan ketat lainnya seperti jam malam.
Berdasarkan kebijakan lama, imigran bisa ditahan tanpa batas waktu jika Australia menolak visa mereka tetapi tidak dapat mendeportasi mereka secara hukum ke tempat lain -- misalnya, jika mereka menghadapi hukuman mati di negara asal mereka.
Tanpa tujuan dan harapan untuk dibebaskan, banyak di antara imigran yang mendekam di pusat penahanan Australia yang sederhana selama bertahun-tahun.
Namun putusan Pengadilan Tinggi pada bulan November menyatakan tindakan ini "melanggar hukum", membatalkan kebijakan bipartisan yang telah berlaku selama 20 tahun dan memaksa pembebasan hampir 150 orang.
Dari mereka yang dibebaskan, lebih dari 70 orang ditolak visanya setelah terbukti bersalah melakukan penyerangan dan kejahatan kekerasan lainnya, sementara tujuh orang terbukti bersalah melakukan pembunuhan atau percobaan pembunuhan.
Australia memulai menahan orang-orang tanpa visa pada tahun 1992.
Rata-rata tahanan imigrasi di Australia ditahan selama 708 hari, menurut angka dari Human Rights Watch, dan lebih dari 120 orang telah ditahan selama lebih dari lima tahun.
Kebijakan perbatasan garis keras Australia pada awalnya dibingkai sebagai reaksi terhadap sejumlah besar orang yang datang melalui perahu dari Vietnam, Kamboja, dan Tiongkok.
Namun kebijakan ini dikecam oleh para pembela pengungsi, dan Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan kebijakan ini sebagai "sewenang-wenang".
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia