Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Senin, 14 Agu 2023, 13:30 WIB

PLTS Terapung, Energi Bersih Alternatif Buat Negara Padat Penduduk seperti Indonesia

Foto udara panel surya atau sel surya yang mengapung di danau, laut, atau samudera.

Foto: The Conversation/Shutterstock/Tavarius

Andrew Blakers, Australian National University dan David Firnando Silalahi, Australian National University

Pembangkit tenaga listrik surya (PLTS) terapung di laut Khatulistiwa yang tenang dapat menyediakan energi surya 'tak terbatas' secara efektif untuk negara-negara berpenduduk padat di Asia Tenggara dan Afrika Barat.

Penelitian terbaru kami menemukan bahwa pemanfaatan PLTS lepas pantai di Indonesia saja dapat menghasilkan listrik sekitar 35.000 terawatt-jam (TWh) per tahun. Angka tersebut setara dengan produksi listrik global saat ini (30 ribu TWh per tahun).

Jika sebagian besar lautan di dunia dilalui jalur badai, beberapa wilayah laut di Khatulistiwa malah relatif tenang dan damai. Di tempat ini, pembangunan PLTS terapung lepas pantai hanya butuh struktur teknik yang relatif murah cukup untuk melindungi panel surya.

Peta 'heatmap' beresolusi tinggi dari hasil penelitian kami menunjukkan bahwa negara kepulauan Indonesia dan daerah Khatulistiwa di Afrika Barat dekat Nigeria berpotensi terbesar untuk PLTS terapung di laut.

Peran energi surya pada 2050

Dalam tren saat ini, ekonomi global sebagian besar akan mengalami dekarbonisasi dan elektrifikasi pada tahun 2050. Ini didukung oleh energi matahari dan angin dalam jumlah besar.

Panel surya dengan luas sekitar 70 kilometer persegi (km2) (melebihi 10% dari luas kota Padang, Sumatra Barat) dapat menyediakan semua kebutuhan energi satu juta orang yang kaya dalam ekonomi bebas karbon. Panel surya dapat ditempatkan di atap rumah/bangunan, di daerah gersang, berbagi ruang dengan lahan pertanian, atau terapung.

Namun, di negara-negara dengan kepadatan penduduk tinggi, seperti Nigeria dan Indonesia, bisa jadi memiliki lahan yang terbatas untuk memasang panel surya. Pasalnya, ada persaingan lahan untuk kebutuhan pertanian ataupun area tempat tinggal.

Lokasi tropis mereka di garis lintang yang disebut doldrum juga berarti kedua negara tersebut memiliki sumber daya angin yang buruk. Untungnya, negara-negara ini-dan tetangganya--dapat memanen energi tak terbatas secara efektif dari panel surya yang mengapung di lautan.

Panel surya terapung juga dapat ditempatkan di danau dan waduk. PLTS terapung seperti ini memiliki potensi besar dan sudah berkembang pesat.

Studi kami baru-baru ini menganalisis permukaan laut dunia untuk menemukan wilayah mana yang tidak mengalami ombak besar atau angin kencang selama 40 tahun terakhir. Panel surya terapung di wilayah seperti itu tidak memerlukan struktur teknik yang kuat dan mahal.

Daerah yang tidak mengalami ombak yang lebih besar dari 6 meter atau angin yang lebih kuat dari 15 meter per detik dapat menghasilkan listrik energi surya hingga sejuta TWh per tahun. Angka tersebut lima kali lebih besar dibandingkan kebutuhan energi bersih untuk 10 miliar penduduk dunia pada tahun 2050 nanti.

Sebagian besar area laut yang cocok untuk PLTS terapung berada di dekat Khatulistiwa, di sekitar Indonesia dan Afrika Barat. Daerah ini memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi dan nilai lingkungan yang tinggi. Panel surya terapung laut dapat menjadi solusi potensi konflik penggunaan lahan.

Indonesia dan potensi energi surya yang sangat besar

Indonesia merupakan negara yang padat penduduk, terutama di pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Pada pertengahan abad ini, populasi Indonesia diperkirakan melebihi 315 juta jiwa.

Untungnya, Indonesia memiliki potensi energi matahari yang sangat besar dan juga potensi penyimpanan energi 'pumped hydro energy storage' untuk menyimpan kelebihan energi surya untuk digunakan pada malam hari. Sekitar 25 ribu km2 panel surya akan dibutuhkan untuk mendukung Indonesia yang makmur setelah dekarbonisasi ekonomi yang mengandalkan tenaga matahari.

Indonesia memiliki pilihan untuk PLTS terapung di laut pedalaman yang tenang. Wilayah ini memiliki sekitar 140 ribu km2 bentang laut.

Kawasan ini belum pernah mengalami ombak lebih besar dari 4 meter atau angin yang lebih kuat dari 10 meter per detik dalam 40 tahun terakhir. Luas wilayah laut Indonesia sebesar 6,4 juta km2 adalah 200 kali lebih besar dari yang dibutuhkan jika seluruh kebutuhan energi Indonesia di masa depan dipenuhi PTLS terapung lepas pantai.

Masa depan PLTS terapung lepas pantai

Sebagian besar bentang laut global mengalami ombak lebih besar dari 10 meter dan angin lebih kuat dari 20 meter per detik.

Beberapa perusahaan terus mengembangkan struktur teknik pertahanan untuk PLTS terapung lepas pantai agar mampu menahan badai.

Sebaliknya, lingkungan maritim yang tenang di sepanjang khatulistiwa tidak membutuhkan pertahanan kuat ataupun mahal.

Kami menemukan beberapa wilayah yang paling cocok dalam 5-12 derajat lintang Khatulistiwa, terutama di dalam dan sekitar kepulauan Indonesia dan di Teluk Guinea dekat Nigeria. Wilayah ini memiliki potensi angin yang rendah, kepadatan penduduk yang tinggi, pertumbuhan yang cepat (baik dalam populasi maupun konsumsi energi) dan ekosistem utuh yang substansial yang tidak boleh dibuka untuk ladang tenaga surya. Badai tropis jarang berdampak pada daerah Khatulistiwa.

Industri surya terapung lepas pantai masih berada dalam tahap pengembangan. Panel surya lepas pantai memiliki kelemahan dibandingkan dengan panel di darat, seperti risiko korosi garam, dan pengotoran laut.

Sejauh ini, laut dangkal lebih memungkinkan untuk menambatkan panel ke dasar laut. Kita memerlukan perhatian yang cermat untuk meminimalkan kerusakan lingkungan laut dan dampaknya terhadap penangkapan ikan.

Pemanasan global juga dapat mengubah pola angin dan ombak. Namun, terlepas dari tantangan ini, kami yakin panel surya apung lepas pantai akan berkontribusi signifikan dalam bauran energi pada negara-negara yang memiliki akses ke laut khatulistiwa yang tenang.

Menjelang tahun 2050, sekitar satu miliar orang di negara-negara ini sebagian besar akan bergantung pada energi matahari, yang akan mendorong transisi energi tercepat dalam sejarah.The Conversation

Andrew Blakers, Professor of Engineering, Australian National University dan David Firnando Silalahi, Phd Candidate, School of Engineering, Australian National University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.