Perlu Diwaspadai, 5 Pencemar Udara yang Berisiko Tinggi Merusak Kesehatan
Langit Jakarta penuh polusi udara. Gambar diambil di Kuningan City Jakarta, 19 Agustus 2023.
Foto: The ConversationPutri Nilam Sari, Universitas Andalas
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hampir seluruh populasi dunia (99%) terpapar udara yang mengandung zat berbahaya melebihi batas minimal yang masih dapat ditoleransi sesuai ketentuan WHO. Hal ini menjadi faktor risiko kematian utama di kota-kota besar.
Polusi udara berkontribusi terhadap 1,6 juta kematian atau 17% dari seluruh kematian di Cina. Di Kota Bangkok, Thailand, ditemukan peningkatan rawatan rumah sakit akibat penyakit pernapasan dan kardiovaskular akibat polusi udara.
Sementara itu, di India, ada sekitar 23% pasien asma bermukim di daerah dengan kadar polusi udara yang tinggi.
Sedangkan di Jakarta, polusi udara dapat berkontribusi terhadap 50 ribu kasus rawat inap karena penyakit pernapasan dan kardiovaskular, 7 ribu masalah kesehatan serius terhadap anak-anak, dan berkontribusi terhadap 10 ribu kematian setiap tahunnya. Dalam berapa pekan terakhir, kualitas udara di Jakarta begitu buruk.
Pencemar di udara tidak hanya terlihat sebagai kabut yang memengaruhi jarak pandang, melainkan terdapat zat kimia berbahaya tidak kasat mata yang lebih mengkhawatirkan dan bisa merusak kesehatan.
Berikut adalah lima pencemar udara utama (criteria air pollutant) yang berpengaruh terhadap kesehatan.
1. Partikulat
Ukuran partikulat beragam dari ukuran paling kasar hingga paling halus yaitu PM10 (≤ 10 mikron), PM2,5 (≤ 2,5 mikron), dan ultra fine particulate (≤ 0,1 mikron).
Sebagai perbandingan, diameter partikel PM10 adalah 1/7 diameter rata-rata rambut manusia atau kurang. Saat terhirup, partikulat yang kasar akan tetap berada di saluran pernapasan bagian atas. Namun semakin halus ukurannya, partikulat akan bertahan dalam permukaan alveoli (kantung halus di paru-paru tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida) dan menyebabkan kerusakan fungsi paru.
Partikulat dapat membawa alergen ke dalam paru-paru dan menyebabkan respons berlebihan saluran napas. Selain itu, partikulat yang sangat halus dapat memasuki saluran peredaran darah dan meningkatkan berbagai risiko kesehatan terutama penyakit kardiovaskular.
Partikulat terutama berasal dari kendaraan bermotor, pembangkit listrik, fasilitas industri, pembakaran sisa panen, dan kebakaran hutan.
2. Karbon Monoksida (CO)
CO adalah gas beracun dan mematikan yang tidak berbau serta tidak berasa. Gas ini berasal dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fosil.
CO yang terhirup langsung masuk ke dalam peredaran darah dan mengikat oksigen lebih kuat daripada hemoglobin. Ini mengakibatkan pasokan oksigen dalam tubuh berkurang sehingga menyebabkan penurunan fungsi vital.
3. Ozon (O3)
Ozon yang termasuk dalan pencemar udara kriteria adalah ozon trofosferik. Ini adalah ozon yang berada antara 8 - 15 kilometer di atas permukaan tanah.
Ozon merupakan polutan sekunder yang terbentuk karena adanya reaksi oksida nitrogen (NOx) dan senyawa organik yang mudah menguap/volatil (VOC) dengan sinar matahari. Sebagai polutan yang "tidak terlihat", ozon telah terbukti memiliki bahaya kesehatan yang signifikan.
Efek buruk yang dirasakan adalah kesulitan bernapas hingga pemburukan fungsi paru-paru.
4. Nitrogen Dioksida (NO2)
NO2 mayoritas terbentuk dari kegiatan pembakaran dan terlihat seperti kabut berwarna coklat kemerahan.
NO2 dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan peradangan pada saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan penurunan kekebalan yang menyebabkan organ pernapasan rentan mengalami infeksi.
5. Sulfur Dioksida (SO2)
SO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur. Sulfur berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi) dan peleburan bijih mineral (aluminium, tembaga, seng, timbal, dan besi) yang mengandung belerang. Gas ini berbau tapi tidak berwarna.
Gas ini dapat bereaksi dengan senyawa lain di atmosfer untuk membentuk partikel halus yang mengurangi jarak pandang (kabut). SO2 dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan (selaput lendir hidung, tenggorokan dan saluran pernapasan).
Risiko yang lebih berbahaya terjadi jika SO2 berubah menjadi polutan sekunder yang lebih berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan pada organ tubuh vital serta bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Angka kematian akibat SO2 meningkat sebesar 1,4% terutama pada suhu 22,8-29,4°C.
Selain pencemar udara kriteria, kita juga mengenal pencemar udara berbahaya (hazardous air pollutant) seperti Volatile Organic Compounds (VOC), logam berat, dan dioksin. Zat ini dapat memberikan efek karsinogenik dan kelainan fungsi organ. Sumber pencemar udara berbahaya terutama berasal dari pembakaran limbah beracun dan berbahaya (termasuk plastik dan limbah medis), merokok, penggunaan bahan-bahan mengandung logam, dan kebakaran tempat pembuangan sampah).
Cepatnya perkembangan teknologi dan industri yang berpotensi menghasilkan banyaknya zat berbahaya baru perlu disertai dengan kajian risiko kesehatan yang komprehensif.
Mengapa kualitas udara semakin buruk di tengah isu pemanasan global?
Isu perubahan iklim dan pemanasan global berdampak pada skala lokal dan regional. Masalah itu berhubungan dengan kualitas udara di suatu wilayah.
Perubahan cuaca ekstrem seperti kemarau panjang, akan meningkatkan kejadian kebakaran hutan dan pembakaran biomassa (material dari tumbuhan). Berkurangnya curah hujan, meningkatnya kekeruhan tanah, dan peningkatan kecepatan angin permukaan akan menyebabkan peningkatan aktivitas partikulat di udara.
Peningkatan suhu diprediksi akan meningkatkan konsentrasi ozon di Amerika Utara, Eropa dan Asia terutama di wilayah yang berpolusi.
Selain itu, suhu udara yang panas akan menyebabkan musim semi yang lebih lama. Ini berhubungan dengan lebih banyak penyakit terkait alergi, seperti asma karena banyaknya serbuk sari di udara.
Perlunya pengelolaan kualitas udara yang komprehensif
Pada dasarnya, pencemaran di lingkungan terdiri dari sumber, media, dan reseptor. Untuk sumber pencemar, perlu adanya inventarisasi emisi untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran udara beserta konsentrasinya.
Di udara ambien sebagai media perantara, titik monitoring pencemaran udara yang lebih representatif dan pemantauan berkelanjutan diperlukan untuk melihat kualitas udara yang diterima masyarakat.
Untuk reseptor yaitu manusia, studi toksikologi dan epidemiologi diperlukan untuk mengetahui risiko dan dampak kesehatan yang muncul dari zat zat pencemar di udara.
Oleh karena itu, lima pencemar berbahaya di udara tersebut harus diwaspadai keberadaannya karena dapat secara signifikan memberikan kerugian bagi kesehatan. Terutama pada penyakit pernapasan dan kardiovaskular pada kelompok rentan yang berada pada area-area yang menjadi sumber polusi udara.
Putri Nilam Sari, Assistant Professor of Environmental Health, Universitas Andalas
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia